Indonesia merupakan negara yang memiliki angka kejadian penyakit jantung rematik (PJR) cukup tinggi. Menempati posisi keempat terbanyak di dunia (Setelah India, Cina dan Pakistan) sebanyak 1.18 juta kasus pada tahun 2015.1 Angka ini sangat tinggi mengingat dampak dari masalah PJR ini akan menimbulkan kecacatan dan kematian akibat penyakit katup jantung. Pasien dengan PJR biasanya akan mengalami masalah katup jantung yang berat dan multipel, dimana tidak hanya mengenai satu katup jantung. Tindakan bedah katup baik perbaikan maupun penggantian katup jantung merupakan pilihan yang tidak terelakkan untuk menyelamatkan nyawa dan memperbaiki kualitas hidup pasien dalam jangka panjang.1
Namun, masalah tidak sampai selesai disana. Pasien paska penggantian katup jantung, terutama yang menggunakan katup prostetik mekanik (logam) memiliki suatu masalah yang terus melekat seumur hidup pasien. Katup buatan membawa pasien pada suatu proses penyakit baru karena pasien harus mengkonsumsi obat pengencer darah seumur hidupnya. Hal ini terkait masalah kekentalan darah pasien paska operasi katup jantung mekanik. Layaknya neraca timbangan antara dua hal yang saling berlawanan, pasien paska operasi penggantian katup jantung harus menjaga keseimbangan kekentalan darah dalam level tertentu. Menjadi terlalu kental (trombosis) atau terlalu encer (perdarahan) keduanya dapat menimbulkan masalah yang mengancam jiwa. Ketika pasien paska operasi penggantian katup jantung mengalami masalah darah yang terlalu kental, maka pasien akan berisiko mengalami kondisi yang disebut penggumpalan darah di katup buatannya atau yang dalam terminologi medis disebut trombosis katup prostetik (TKP). Di sisi lain, ketika pasien mengalami masalah darah yang terlalu encer akibat meminum obat pengencer darah rutin, maka pasien akan berisiko mengalami perdarahan yang terkadang dapat mengancam jiwa.2
Kedua kondisi inilah yang harus dijaga keseimbangannya. Banyak masalah yang timbul di lapangan pada pasien paska operasi penggantian katup ketika keseimbangan ini tidak tercapai. Bagaimana tolak ukur dari nilai terapetik yang sesuai target? Apakah terdapat nilai ambang batas laboratorium tertentu yang menjadi "nilai aman" bagi pasien paska penggantian katup jantung?
European Society of Cardiology (ESC) memberikan panduan yang berlaku secara global tentang "nilai aman" tersebut. Terdapat sebuah indikator laboratorium yang menggambarkan tingkat kekentalan darah pada pasien yang mengkonsumsi obat pengencer darah. Indikator tersebut disebut international normalized ratio atau yang sering disingkat menjadi INR. Di praktek sehari-hari, masih banyak pasien yang belum memahami tujuan dari pemeriksaan berkala INR ini. Sehingga tujuan tulisan ini dibuat adalah untuk memberikan gambaran singkat tentang tujuan pemeriksaan INR dan bagaimana menginterpretasikannya.2
Banyak faktor yang dapat menentukan batas aman dari nilai INR ini pada tiap pasien. Faktor utama yang terpenting adalah tingkat risiko penggumpalan katup jantung. Semakin tinggi tingkat risiko terjadi penggumpalan katup jantung, maka semakin tinggi nilai ambang batas INR. Nilai INR aman yang direkomendasikan oleh organisasi ESC berkisar antara 2.5 dan 3.5 untuk katup mekanik mitral dan 2.0 - 3.0 untuk katup prostetik aorta.2
Pasien pada fase awal paska operasi, terutama dalam bulan pertama memiliki risiko penggumpalan yang tinggi. Bila nilai INR berada di bawah target, maka pasien berisiko mengalami trombosis katup prostetik. Hal ini akan menyebabkan sumbatan bukaan dari katup mekanik yang ditanam, akibatnya aliran darah yang melewati katup jantung buatan tersebut akan mengalami masalah serius. Kondisi ini dapat muncul mulai dari gejala sesak napas, hingga kematian akibat penggumpalan di katup prostetis tersebut, yang sering membutuhkan tindakan pembedahan segera. Sehingga pentingnya menjaga nilai ambang dalam kisaran aman sesuai rekomendasi.
Di ujung lainnya, terdapat masalah yang mengancam juga berupa perdarahan. Risiko perdarahan berat terjadi ketika nilai INR melebihi 4.5 dan meningkat secara drastis saat INR di atas 6.0. Perdarahan yang terjadi dapat berupa perdarahan minor seperti mimisan, gusi berdarah, hingga perdarahan mayor yang membutuhkan transfusi darah dan dapat mengancam jiwa seperti perdarahan saluran cerna atas berupa muntah darah hebat, perdarahan otak, dll. Sehingga diperlukan kewaspadaan pasien terhadap nilai INR yang sudah mencapai ambang batas atas.2
Ini adalah situasi dari permasalahan yang dihadapi seorang pasien yang telah menjalani prosedur penggantian katup jantung mekanik. Perlunya edukasi dan latihan bagi pasien agar dapat melakukan managemen diri sendiri terhadap nilai INR merupakan hal yang dapat mencegah seorang pasien jatuh dalam kedua kondisi ekstrim tersebut, dimana terlalu kental dan terlalu encer dapat menghantarkan pasien dalam masalah. Rutin kontrol ke dokter jantung untuk pemantauan nilai INR berkala dan mengkonsumsi obat pengencer darah secara rutin merupakan hal yang perlu dilakukan oleh pasien paska operasi penggantian katup jantung mekanik. Karena banyak dalam keseharian yang disebabkan oleh kesalahpahaman pasien dan keluarga bahwa setelah dilakukan operasi penggantian katup jantung, masalah sudah tuntas.
Referensi :
Watkins et al. Global, Regional, and National Burden of Rheumatic Heart Disease, 1990--2015. New England Journal of Medicine 2017;377:713-22
2.Baumgartner dkk. 2017 ESC/EACTS Guidelines for the Management of Valvular Heart Disease. European Heart Journal (2017) 38, 2739--2791