Boleh dibilang tahun 2015 adalah tahunnya ojek berbasis daring. Pada tahun ini tren masyarakat mulai banyak menggunakan moda transportasi berbasing daring ini karena sifatnya yang praktis dan cepat. Tahun 2015 juga fenomena ini mulai menggejala di masyarakat, kita lihat jalanan di ibukota dan kota-kota besar lainnya yang dipenuhi oleh warna-warna atribut milik perusahaan ojek berbasis daring tersebut. Mulai dari yang berwarna hijau, hijau kehitaman, kuning, dll. Pemandangan seperti ini menjadi hal biasa dalam keseharian lalu lintas di ibukota sehingga sudah menjadi warna tersendiri, terlebih lagi saat jam-jam sibuk seperti waktu berangkat ke kantor dan waktu pulang kantor. Jalanan dipenuhi oleh atribut-atribut karakteristik perusahaan ojek berbasis daring tersebut, seperti helm, jaket, serta atribut lain.
Penulis juga salah satu pengguna yang cukup sering menggunakan jasa salah satu ojek berbasis daring ini. Bisa disebut pengalaman pribadi menunjukkan inovasi ini sangat membantu dalam banyak hal. Ojek berbasis daring menawarkan solusi transportasi yang sebelumnya ruwet, dan tidak praktis menjadi hal yang bisa dipesan di ujung jari dimana pun kita berada dengan daya akses yang cukup jauh. Semua ini hanya ada berkat sebuah gagasan inovasi yang memberdayakan sistem informasi untuk menjadi penengah atau penghubung antara calon penumpang dan pengemudi. Penulis melihat kedua aspek ini tidak mengalami banyak perubahan sebelum dan sesudah mode ojek berbasis daring ini mencuat. Calon penumpang tetap banyak dan pengemudi motor yang siap mengantar pun juga memiliki jumlah yang banyak. Hanya saja sebelum fenomena ojek berbasis daring ini muncul ke masyarakat, kedua kelompok masyarakat tersebut tidak memiliki penghubung. Di sini sistem teknologi informasi menjadi semacam primadona yang membuat kedua hal yang biasa tersebut menjadi lahan bisnis baru dan mata pencaharian bagi ribuan orang.
Menarik di sini, ternyata fenomena ojek berbasis daring ini tidak terbatas pada nilai kegunaan transportasinya saja, tetapi menyetuh aspek yang lebih jauh lagi dari itu. Entah disadari atau tidak kini publik mulai memberikan respon positif dalam pelayanan berbasis daring ini, terbukti dari marak dan tingginya angka penggunaan jasa tersebut di tengah masyarakat. Ditambah lagi dengan dibuatnya komedi situasi yang berlatar belakang cerita ojek berbasis daring tersebut di NET TV dengan tajuk OK-JEK. Fenomena ini penulis amati mulai menggejala di masyarakat atau publik. Ada semacam “semangat zaman” yang ingin menularkan efisiensi sistem informasi tersebut ke ranah pelayanan publik. Sesuatu yang penulis amati semangat zaman ini juga mengalir ke pelayanan publik, khususnya dalam bidang kesehatan.
Beberapa rumah sakit swasta dan penyedia layanan kesehatan mulai mengembangkan prototipe jenis layanan yang merupakan sinergi pelayanan kesehatan dan sistem informasi yang efektif dan efisien. Antara lain penyedia layanan kesehatan yang mulai menggarap kerjasama dengan perusahaan ojek berbasis daring untuk menyediakan pelayanan kurir dalam bidang kesehatan. Walaupun bentuk dan jenis pelayanannya masih belum terdefinisikan, tetapi upaya ke arah sana mulai dijajaki. Perusahaan pengembang aplikasi smartphone mengembangkan aplikasi yang bernama Linkdokter.com. Aplikasi ini berperan sebagai mediator atau penghubung calon pasien dengan dokter dalam ranah konsultasi via telepon. Aplikasi ini akan menampilkan nama beberapa dokter yang terdaftar untuk dapat dihubungi guna berkonsultasi masalah terkait kesehatan. Walaupun aplikasi ini belum diresmikan, namun semangat optimalisasi sistem teknologi dan informasi untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam bidang kesehatan terasa dalam upaya ini.
Senada dengan fenomena tersebut, pada tanggal 3 Februari 2016 diadakan seminar nasional dengan tajuk “ Kebijakan, Implementasi dan Kendala dalam Pelaksanaan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) Pra- Rumah Sakit” yang diselenggarakan oleh Indonesia Healthcare Forum. Seminar yang dibuka oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia ini membahas pentingnya penanganan kegawatdaruratan medis pra-rumah sakit. Yaitu pengananan kegawatdaruratan medis yang dilakukan di luar rumah sakit lebih tepatnya di tempat kejadian oleh yang pertama menemukan korban/pasien sebelum pasien diantar ke rumah sakit/ fasilitas pelayanan kesehatan. Fase pra-rumah sakit merupakan komponen yang tidak kalah pentingnya dengan penanganan di rumah sakit dalam mata rantai upaya menyelamatkan nyawa pasien yang menderita kegawatdaruratan medik.
Mengingat pentingnya aspek ini, maka seluruh pemangku kebijakan terkait seperti Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan, para direktur rumah sakit, kepolisian, pemadam kebakaran, dan akademisi duduk bersama dalam forum ini. Seluruh pihak tersebut adalah lingkaran besar pihak yang terlibat dalam sistem terpadu penanganan kegawatdaruratan pra-rumah sakit. Yang menjadi isu utama dalam seminar ini adalah bagaimana sistem informasi dapat menyokong suskesnya upaya ini. Kementerian kesehatan sebagai koordinator utama mulai menggagas dibentuknya NCC (national command center) dengan nomor telepon 119 sebagai panggilan darurat seperti 911 milik Amerika Serikat.
Selain NCC yang letaknya di pusat yaitu gedung Kementrian Kesehatan lantai 9, presiden melalui Instruksi Presiden No.4 tahun 2013 menginstruksikan setiap pemerintah kabupaten/kota membentuk PSC ( public safety center) sebagai perpanjangan tangan NCC di daerah yang bertugas langsung menangani dan mengkoordinasikan layanan kegawatdaruratan masyarakat di lapangan. Saat ini sudah ada beberapa kota yang memiliki PSC seperti kabupaten Boyolali, Tulungagung dan Salatiga serta beberapa daerah lainnya.
Kedepannya, beberapa PSC di tiap daerah kabupaten/kota akan terhubung langsung ke pusat NCC. Sehingga seluruh warga negara Republik Indonesia yang menghadapi masalah kegawatdaruratan hanya menghubungi call center 119 kemudian akan dihubungan dengan PSC masing-masing. Tentunya hal ini masih dalam tahap pengembangan. Masyarakat berharap perbaikan pelayanan publik akan terus mengalami perbaikan ke arah yang lebih baik. Dalam salah satu pemaparannya dr.Budi Sylvana,MARS selaku kepala Subdirektorat Pelayanan Gawat Darurat Terpadu Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, beberapa kali mengambil inspirasi dari ojek berbasis daring sebagai perbandingan pelayanan cepat tanggap dan efektif dalam hitungan waktu yang cepat.
Sehingga diharapkan para petugas terdepan dalam penanggulangan kegawatdaruratan terpadu dapat mengadopsi cara dan metode mereka bekerja. Entah suatu kebetulan atau bukan, fenomena daring yang menular ke ranah publik ini beriringan dengan semakin naik daunnya ojek berbasis daring. Bagaimana pun masyarakat berharap semua fenomena ini menghasilkan imbas yang positif untuk pelayanan publik ke depan khususnya dalam bidang penanggulangan kegawatdaruratan pra-rumah sakit karena memang masyarakat yang akan menikmati manfaat dari keberhasilan program ini.
Sumber Gambar 1: dari sini