Gejolak pemutasian ASN setelah pemilu seringkali kita dengar dan liat,dan ini merupakan isu sensitif yang perlu ditangani dengan hati-hati.jika mengacu kepada Pasal 71 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 yang berbunyi Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Wali kota atau Wakil Wali kota dilarang melakukan penggantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri, meliat aturan tersebut tidak lain dari mereka yang memenangi kontestan pemilihan mengambil moment untuk memutasi ASN setelah Pemilu.Ada berbagai faktor yang dapat memicu gejolak Pemutasian ASN setelah pemilu seperti:
Perubahan struktur pemerintahan:
Pemilu seringkali diikuti dengan perubahan struktur pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Hal ini dapat menyebabkan pergeseran posisi dan tugas ASN, yang berpotensi menimbulkan ketidakpuasan.
Pergantian pejabat:
Pergantian pejabat di berbagai level pemerintahan dapat memicu pergantian ASN yang dianggap dekat dengan pejabat lama. Hal ini dapat menimbulkan persepsi ketidakadilan dan memicu gejolak.
Faktor politik:
Pemilu seringkali diwarnai dengan persaingan politik yang ketat. Hal ini dapat menyebabkan tekanan politik untuk memindahkan ASN yang dianggap tidak loyal kepada calon yang menang.
Untuk meminimalisir gejolak, perlu dilakukan beberapa langkah, seperti:
Transparansi dan akuntabilitas:
Proses pemutasian harus dilakukan secara transparan dan akuntabel, dengan dasar yang jelas dan objektif.
Komunikasi yang efektif: