Lihat ke Halaman Asli

Antonio Sri Hendarianto

Seorang praktisi hukum yang ingin membuat hukum menjadi praktis

Absen Waras via Surat Keterangan Dokter

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasti kita pernah mendengar percekapan teman atau saudara atau bahkan kita sendiri melakukan percakapan ini :

“Saya besok mau nggak masuk kerja ahh, capek gajinya kecil. Saya mau nyari surat keterangan sakit ke dokter dulu ahh . . .”

Atau seseorang menjawab : “ gampang itu ntar saya buatkan surat sakit di dokter kenalan saya…..”

Tahukah kalimat sederhana tersebut mempunyai akibat hukum yang luas dan serius. Serius dalam arti adanya akibat hukum bagi pengguna dan/atau pembuatnya (dokter), bila kemudian diketahui surat keterangan dokter dimaksud adalah tidak benar alias palsu !

Mengenai pengertian atau definisi “Surat Keterangan Dokter”, saya sendiri belum dapat menemukannya dimana. Saya pernah menengok dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pun tidak ada. Untuk memberikan gambaran yang riil supaya tidak illusionir maka saya berikan pengertian bebas danb sederhana sebagai berikut :

Surat Keterangan Dokter adalah surat atau tulisan dalam sebuah kertas yang dibuat oleh Dokter yang isinya menerangkan mengenai kondisi atau keadaan kesehatan dan/atau penyakit seorang pasien atau seseorang yang meminta surat dimaksud.

Dalam surat keterangan dokter harus memenuhi beberapa hal supaya sebuat surat dapat disebut surat keterangan dokter, yaitu :

1.Harus ada Dokter yaitu seseorang yang telah definitif dinyatakan sebagai dokter;

2.Harus ada pasien yaitu seseorang yang akan dinyatakan kondisi atau keadaan kesehatannya oleh Dokter;

3.Harus ada surat yang berisi mengenai kondisi atau keadaan kesehatan seorang pasien. Surat tersebut harus ditandatangani oleh pembuatnya yaitu dokter dan/atau adanya stempel Dokter atau Rumah Sakit.

Surat keterangan Dokter tidak dapat dibuat oleh orang selain orang yang berprofesi sebagai dokter. Sehingga keterangan kesehatan yang diberikan bersifat mengikat kepada pihak-pihak berkepentingan sepanjang terkait kesehatan si pasien.

Pihak-pihak terkait yang dimaksud bisa berupa perorangan misal juragan atau pengusaha perorangan. Bisa juga berbentuk badan hukum misal perusahaan (perseroan terbatas), Jamsostek (BPJS) atau Pengadilan.

Surat keterangan dokter walaupun wujudnya sederhana namun surat keterangan dokter adalah sebuah akta otentik seperti halnya Akta Notaris, artinya sebuah surat yang isinya dibuat oleh orang yang mempunyai profesi yang telah menempuh pendidikan formil dan sumpah profesi. Eksistensinya diakui oleh Negara bahkan dunia, sehingga pekerjaannya didasarkan pada keilmuan dan standar yang telah ditetapkan oleh Negara dan/atau dunia.

Sehingga bila ada pemalsuan surat keterangan dokter maka pembuat surat atau penggunanya dapat dikenakan Pasal 267 KUHP dan Pasal 268 KUHP yang bunyinya lengkap :

Pasal 267 KUHP :

(1) Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

(2) Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seseorang ke dalam rumah sakit jiwa atau untuk menahannya di situ, dijatuhkan pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan.

(3) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran.

Pasal 268 KUHP

(1) Barang siapa membuat secara palsu atau memalsu surat keterangan dokter tentang ada atau tidak adanya penyakit, kelemahan atau cacat, dengan maksud untuk menyesatkan penguasa umum atau penanggung, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan maksud yang sama memakai surat keterangan yang tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah surat itu benar dan tidak dipalsu.

Maksud Pasal 267 KUHP sebagai berikut :

1.Bila ada seorang dokter yang membuat surat keterangan dokter palsu. Palsu mengenai isi suratnya, misalnya orang sehat namun ditulis dalam surat keterangan dokter bahwa orang itu sakit typus.

2.Maka dokter yang membuat surat palsu dimaksud dapat dipenjara maksimal selama 4 (empat) tahun.

3.Jadi yang palsu bukan bentuk surat, stempel rumah sakit atau tandatangan dokter pada surat namun yang palsu adalah isi keterangan dalam surat.

4.Bagi pemohon surat atau pasien yang memalsukan kondisi atau kedaan kesehatannya dapat terjerat dengan pasal ini juga.

Maksud Pasal 268 KUHP sebagai berikut :


  1. Pengertian Pasal 268 KUHP lebih luas dari Pasal 267 KUHP.
  2. Lebih luas dalam arti “hal yang dipalsukan” dan “tempat tujuan penggunaannya”.
  3. Yang dipalsukan bukan hanya isi namun juga surat atau form-nya.
  4. Pasal 268 KUHP terdapat kata “Penguasa umum” artinya adalah pejabat Negara atau tempat fasilitas umum misal Presiden, departemen kementerian, Lembaga Jamsostek (BPJS), Kelurahan, Kecamatan, Pengadilan dll.
  5. Pasal 268 KUHP mengancam pidana kepada pembuat dan/atau pengguna surat keterangan dokter palsu yang digunakan pada suatu kepentingan yang terkait dengan kepentingan “Penguasa Umum”, misal membuat surat keterangan tidak buta warna untuk lolos ujian SIM padahal orang dimaksud sebenarnya buta warna.

Adapun banyak telah terjadi kasus pemalsuan “surat keterangan dokter” palsu di Republik ini. Tentunya kita semua pernah mendengar kasus Eddy Tansil buronan nomor wahid di Indonesia. Eddy Tansil kabur di duga karena telah ada ijin khusus dari Dokter LP Cipinang untuk berobat keluar negeri, namun kemudian Eddy Tansil melalaui surat tersebut bisa keluar dari penjara dan kemudian raib. Namun belum dapat pasti apakah kaburnya Eddy Tansil karena surat keterangan dokter “palsu” atau memang “hebat”nya si buronan mengelabuhi petugas. Yang pasti keluar nya Eddy Tansil dari penjara awalnya adanya surat keterangan dokter.

Surat keterangan dokter, semua kita tahu bahwa bentuknya sangat sederhana dan gampang sekali membuatnya. Dokter atau siapaun sangat gampang mengisi surat tersebiut dengan kehendak tergantung kepentingannya.

Saya sebagai praktisi hukum, sering kali menjumpai lawan perkara tidak menghadiri persidangan dengan alasan sakit dengan melampirkan surat keterangan dokter yang menyatakan bahwa seseorang tersebut sakit.

“Sakitnya” lawan perkara ini maka dia akan diijinkan oleh Hakim untuk absen sidang. Maka absennya sidang ini sering disalahgunakan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan pihak –pihak yang berperkara misal memindahtangankan barang-barang yang menjadi obyek perkara secara melawan hukum.

Bahkan pernah terjadi bahwa surat keterangan dokter menyatakan bahwa orang lawan perkara adalah sakit namun hari itu pula orang tersebut merusak obyek perkara.

Seseorang dapat “absen waras” ketika seseorang dimaksud dihadapkan dimuka sidang sehingga berakibat orang tersebut tidak dapat di adili karena orang tersebut telah dinyatakan oleh dokter bahwa orang dimaksud sakit ingatan atau gila atau sakit jiwa akut atau lumpuh otak. Kemudian orang tersebut lepas dari segala tuntutan hukum (penjara).

Mengingat surat keterangan dokter adalah sebuah akta otentik sehingga selama tidak ada yang membatalkan dan dinyatakan batal oleh Pengadilan, maka surat keterangan dokter akan selalu dianggap asli dan benar isinya.

Semua pihak yang berkepentingan termasuk Presiden-pun harus tunduk terhadap isi sebuah surat keterangan dokter walaupun isinya kadang belum tentu benar.

Dokter dalam membuat “surat keterangan dokter” harus berdasar hasil pemeriksaan kesehatan terhadap pasien yang bersangkutan. Surat keterangan dokter tidak dapat dibuat hanya berdasar request atau permnintaan dari seseorang untuk kepentingan tertentu. Apabila hal tersebut dilakukan maka dokter tersebut melanggar Kode Etik Kedokteran dan KUHP tentunya.

Pasal 7 Kode Etik kedokteran : “ Seorang dokter hanya memberikan keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya” ;

Pasakl 12 Kode Etik kedokteran : “Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien bahkan juga setelah pasien meninggal dunia.” ;

UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran : Kepentingan Kesehatan Pasien, rahasia kedokteran hanya dapat dibuka untuk memenuhi kepetingan aparatur penegak hukum, atas permintaan pasien atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

Dalam kasus surat keterangan dokter palsu yang dapat disalahkan adalah pasien atau pengguna manfaat surat keterangan dokter dan dokter yang telah memberikan keterangan palsu yang dituangkan dalam surat keterangan dokter.

Tidaklah heran bila permintaan Surat Keterangan Sakit untuk istirahat adalah surat dari dokter yang paling sering diminta pasien. Bahkan untuk lamanya waktu istirahat, dokter malah kadang bertanya kepada si pasien. Aneh sekali dokter yang beginian. Yang mengetahui penyakit dan sakitnya pasien kan dokter sehingga perlu berapa waktu istirahatkan adalah dokter bukan si pasien.

Bila terdapat pihak yang merasa dirugikan atau akan dirugikan atau jika ada keraguan terhadap surat keterangan dokter dimaksud kita dapat melakukan pengecekan langsung kepada dokter atau rumah sakit yang bersangkutan.

Untuk itu kita harus hati-hati dengan yang namanya “surat keterangan dokter” bentuknya sederhana namun dapat berakibat sangat komplek bisa merugikan pihak-pihak lain bahkan juga pihak bisa untuk tidak memperoleh sesuatu yang menjadi haknya.

Demikian sekelumit info mengenai surat keterangan dokter dari sisi hukum pidana. Terima kasih telah sudi membaca tulisan ini.

Hormat saya,

t.t.d

Sri hendarianto SP,SH

Website : hendariantolawfirm.co.nr

Email: togahitam@gmail.com

twitter: @MazSrie

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline