Lihat ke Halaman Asli

Hen Ajo Leda

TERVERIFIKASI

pengajar dan pegiat literasi, sekaligus seorang buruh tani separuh hati

Pekerja Migran Indonesia, Solusi Ekonomi dan Perangkap Eksploitasi

Diperbarui: 29 September 2024   13:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejumlah pekerja migran Indonesia (PMI) yang baru tiba antre untuk pengecekan suhu tubuh di Pelabuhan Internasional Batam Centre, Batam, Kepulauan Riau, Kamis (21/5/2020). | ANTARA FOTO/M N Kanwa via Kompas.com

Migrasi tenaga kerja, terutama menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI), merupakan fenomena yang signifikan dalam konteks globalisasi dan ekonomi. Pergerakan pekerja lintas negara ini menjadi salah satu solusi bagi permasalahan pengangguran dan kemiskinan yang masih dialami oleh sebagian masyarakat Indonesia. Data dari Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menunjukkan bahwa lebih dari 9,1 juta warga negara Indonesia bekerja sebagai PMI, yang tersebar di berbagai negara di seluruh dunia (kompas.com, 2023).

Keberadaan PMI memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan, terutama melalui remitansi atau pengiriman uang dari luar negeri ke Indonesia. Berdasarkan laporan dari Bank Indonesia, remitansi yang dikirimkan oleh PMI mencapai 9,71 miliar dolar AS pada tahun 2023 (kompas.id, 2023).

Remitansi ini tidak hanya menopang perekonomian keluarga PMI tetapi juga berkontribusi terhadap ekonomi nasional, menjadikannya salah satu dari empat sektor utama yang mendukung perekonomian Indonesia. Namun, meskipun jumlah remitansi tersebut sangat besar, angka ini masih lebih rendah dibandingkan dengan periode sebelum pandemi COVID-19, yang mencapai 11,44 miliar dolar AS pada tahun 2019  (kompas.id, 2023).

Selain kontribusi ekonomi, migrasi tenaga kerja juga berdampak pada pembangunan sosial di daerah asal pekerja. Peningkatan taraf hidup keluarga pekerja migran, pengembangan keterampilan baru, dan investasi di sektor pendidikan seringkali merupakan hasil dari remitansi yang dikirimkan oleh PMI. Namun, di balik manfaat ekonomi ini, terdapat berbagai tantangan yang harus dihadapi oleh pekerja migran, terutama terkait dengan aspek hukum dan keamanan.

Tantangan Hukum, Sosial dan Kebijakan Migrasi Non-Prosedural

Salah satu isu utama dalam migrasi tenaga kerja adalah tingginya jumlah PMI yang bekerja secara non-prosedural atau ilegal. Menurut BP2MI, dari 9,1 juta PMI di luar negeri, sekitar 4,5 juta di antaranya bekerja secara ilegal atau tanpa dokumen yang sah juta (kompas.com, 2023).

PMI non-prosedural ini menghadapi risiko yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang bekerja melalui jalur legal. Risiko tersebut mencakup eksploitasi, kekerasan, penipuan, serta keterlibatan dalam perdagangan manusia. Selain itu, karena mereka bekerja tanpa perlindungan hukum yang memadai, mereka sering kali menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang tidak terdeteksi oleh otoritas (IOM, 2009).

Faktor yang mendorong tingginya angka migrasi non-prosedural di Indonesia bervariasi. Sebagian besar disebabkan penipuan lowongan kerja dan kurangnya informasi yang akurat tentang prosedur migrasi yang sah, khususnya di daerah pedesaan. 

Selain itu, keterlibatan agen perekrut yang tidak resmi dan tidak bermoral seringkali memperburuk situasi ini, membuat calon pekerja migran tertipu untuk bekerja di luar negeri tanpa dokumen resmi. Dalam banyak kasus, jaringan perekrut ini mendapatkan keuntungan besar dari perdagangan tenaga kerja ilegal, baik di Indonesia maupun di negara tujuan (Leda, 2024).

Para sarjana yang menggunakan pendekatan sosial kritis, dalam menganalisis fenomena migrasi melihat bahwa migrasi, terutama migrasi non prosedural, tidak hanya merupakan keputusan individu, tetapi juga dipengaruhi oleh sistem dan struktur ekonomi serta politik yang lebih besar (Tolo, 2019).

Perspektif ini menyoroti ketidaksetaraan yang terstruktur dalam masyarakat, yang mendorong individu untuk bermigrasi demi mencari kondisi kehidupan yang lebih baik, meskipun seringkali melalui jalur non prosedural atau ilegal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline