Keterpurukan Ekonomi dan Ancaman Politisasi Bansos Menjelang Pilkada Serentak 2024
Kondisi ekonomi Indonesia pada pertengahan tahun 2024 menghadapi tantangan berat. Salah satu isu yang mencuat adalah penurunan daya beli masyarakat yang secara langsung mempengaruhi konsumsi rumah tangga.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi rumah tangga pada kuartal II-2024 hanya tumbuh sebesar 4,93%, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 5,22% (bps.go.id, 2024).
Penurunan ini mengindikasikan bahwa masyarakat mengalami kesulitan dalam mempertahankan tingkat konsumsi yang seharusnya menjadi motor penggerak utama perekonomian nasional.
Penurunan konsumsi rumah tangga ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti terkikisnya pendapatan masyarakat, meningkatnya jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) terutama di sektor padat karya, dan fenomena deindustrialisasi yang menghambat penciptaan lapangan kerja formal (https://www.cnbcindonesia.com, 8 Agustus 2024).
Di tengah kondisi ekonomi yang memprihatinkan ini, desakan agar pemerintah segera mengeluarkan paket kebijakan yang dapat meningkatkan daya beli masyarakat semakin menguat. Pemerintah didesak untuk melakukan intervensi yang tepat. Jika tampa intervensi kebijakan, maka penurunan daya beli masyarakat akan terus berlanjut, menghambat pemulihan ekonomi nasional (https://www.cnbcindonesia.com, 10 Agustus 2024).
Pemerintah didesak memberikan insentif pajak dan subsidi sumber daya manusia (SDM) untuk mendukung terciptanya lapangan kerja formal, serta paket kebijakan khusus untuk mendorong konsumsi rumah tangga, bahkan bantuan subsidi upah (BSU) dan atau BANSOS seperti yang diberikan saat pandemi Covid-19 (https://www.cnbcindonesia.com, 8 Agustus 2024).
Namun demikian, dalam konteks yang lebih luas, terutama menjelang Pilkada serentak yang akan diselenggarakan pada 24 November 2024, kondisi ekonomi yang terpuruk ini membawa ancaman lain yang tidak kalah serius, yakni politisasi bantuan sosial (bansos) oleh elit politik.
Dalam situasi di mana daya beli masyarakat melemah dan banyak yang kehilangan pekerjaan, bansos menjadi salah satu instrumen yang sangat diandalkan masyarakat untuk bertahan hidup.
Pemanfaatan Bansos sebagai Alat Politik
Pemanfaatan bantuan sosial (bansos) sebagai alat politik untuk mendulang suara dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) sering kali terkait erat dengan praktik patronase dan klientelisme.
Kedua konsep ini menggambarkan hubungan yang saling menguntungkan antara kandidat politik dan masyarakat pemilih, di mana bantuan atau sumber daya tertentu ditukar dengan dukungan politik yang loyal.