Lihat ke Halaman Asli

Hen Ajo Leda

pengajar dan pegiat literasi, sekaligus seorang buruh tani separuh hati

Pilkada dan Spiral Masalah Pembangunan: Menjawab Kecemasan Global dengan Kepemimpinan Lokal

Diperbarui: 1 Agustus 2024   10:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi gambar (Heryunanto/Kompas)

Pilkada dan Spiral Masalah Pembangunan: Menjawab Kecemasan Global dengan Kepemimpinan Lokal

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) sebagai momen penting dalam menentukan arah masa depan Indonesia lima tahun ke depan. Kemeriahan pesta demokrasi ini menggambarkan harapan rakyat dalam memilih pemimpin yang mampu membawa perubahan dan kemajuan bagi masyarakat dan negara. 

Namun, di balik euforia demokrasi ini, terdapat berbagai tantangan serius yang harus dihadapi oleh Indonesia, yang semakin terperangkap dalam spiral masalah yang kompleks yang mengancam keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat. Tantangan terbesar tersebut adalah peningkatan emisi gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim dan peningkatan suhu bumi. Dampak dari perubahan iklim ini sangat luas, termasuk ketersediaan lahan, kesehatan, kemiskinan, dan kerawanan pangan. 

Tidak dapat dipungkiri bahwa, kebutuhan akan energi menjadi faktor utama yang mendukung aktivitas manusia, mulai dari industri, pembangkit listrik, pertanian, hingga transportasi. 

Sektor-sektor ini membutuhkan energi dalam jumlah besar dan berkontribusi pada peningkatan emisi CO2, metana, dinitrogen oksida, dan gas lainnya. Karena sektor ini masih didominasi oleh bahan bakar fosil seperti batu bara, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mengurangi emisi gas rumah kaca (Kompas, 2024). 

Data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan bahwa suhu bumi telah meningkat secara signifikan selama beberapa dekade terakhir. Proyeksi ke depan menunjukkan bahwa perubahan iklim akan semakin nyata dan menimbulkan ancaman serius terhadap keberlanjutan hidup manusia. Dampak perubahan iklim yang paling meresahkan adalah kekeringan yang semakin meluas dan krisis pangan. Permasalahan ini memerlukan perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat (Kompas, 2024). 

Masalah deforestasi juga menjadi ancaman besar bagi Indonesia. Deforestasi terjadi akibat perambahan hutan untuk keperluan pertanian dan industri. Hilangnya tutupan lahan dan atribut-atribut hutan menyebabkan hilangnya struktur dan fungsi hutan itu sendiri. Hutan hujan yang berfungsi sebagai penyerap karbon alami semakin berkurang, dan hal ini berkontribusi pada peningkatan emisi CO2 global. 

Proyek Strategi Nasional (PSN) Joko Widodo seperti Food Estate dan proyek strategis skala luas lainnya sering kali dikritik sebagai proyek yang merusak hutan. Praktik deforestasi untuk proyek-proyek ini juga memicu perubahan iklim. Isu ini menjadi perdebatan hangat dalam debat calon presiden dan wakil presiden pada Februari 2024.

Alih fungsi hutan yang terus-menerus merugikan ekosistem sosial dan lingkungan memicu konflik antara pembangunan dan pelestarian alam. Perampasan tanah masyarakat adat juga menjadi sorotan dalam agenda reformasi agraria. Bayang-bayang kemiskinan masyarakat desa dan ketimpangan terus menghantui Indonesia (tirto.id, 2024). 

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia masih cukup tinggi, sekitar 9,36 persen. Meskipun terdapat pertumbuhan ekonomi yang prospektif, kesenjangan antara kaya dan miskin semakin melebar. Sebagian besar kekayaan terkonsentrasi di tangan sejumlah kecil orang (Kompas, 2024).

Selain itu, korupsi menjadi masalah utama yang menghambat kemajuan nasional. Praktik korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline