Kolom opini Kompas 7 Desember 2023 menulis tentang Pemilih Muda dan Buaian "Politainment" karya Nurul Hasfi, bahwasannya politikus memanfaatkan media untuk membalut diri dengan simbol selebritas, ketenaran, dan pesona demi mendapat popularitas. Praktik politainment sebagai strategi komunikasi politik kontemporer yang menggabungkan politik dengan entertainment. Lebih lanjut Nurul Hasfi mewanti-wanti bahwa, praktik Politainment mesti diwaspadai karena miskin gagasan substantif dan mengerdilkan sikap kritis (Kompas.com, 2023).
Narasi yang ditulis Nurul Hasfi tersebut mengambarkan bahwa politik sebagai cerminan dari dinamika masyarakat, telah mengalami pergeseran signifikan dalam bentuknya, terutama seiring dengan perkembangan teknologi dan media massa. Nurul Hasfi mencontohkan fenomena Politainment misalnya calon presiden (capres) seperti Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan tampil dalam sebuah program variety komedi berjudul "Lapor Pak!" yang disiarkan oleh salah satu stasiun televisi swasta serta diunggah di kanal YouTube mereka. Lalu kehadiran capres Ganjar Pranowo dalam grand final program TV pencarian bakat memasak, MasterChef Indonesia, yang merupakan adaptasi dari program serupa di Inggris (Kompas.com, 2023).
Mengutip Nieland (2008) gejala politainment yang menghiasi narasi dan praktik politik saat ini, menampilkan dua fenomena yang sering kali saling bertautan, yaitu "Hiburan Politik" dan "Politik yang Menghibur". Namun, di balik keriuhan dan ketertarikan yang disajikan, kita juga menghadapi sebuah krisis: kurangnya dialog substansial dalam dunia politik (Kompas.com, 2023).
Hiburan Politik merujuk pada penggunaan strategi dan alat-alat hiburan dalam politik untuk menarik perhatian masyarakat. Ini sering kali dilakukan melalui narasi yang dramatis, konfrontatif, dan menarik, yang bertujuan untuk membangkitkan emosi dan keterlibatan langsung dari audiens. Politisi cenderung menggunakan retorika yang mengundang kontroversi dan perhatian publik, kadang-kadang mengorbankan substansi demi popularitas.
Di sisi lain, Politik yang Menghibur menggambarkan situasi di mana politikus lebih fokus pada citra mereka daripada substansi dari apa yang mereka usulkan. Mereka lebih mementingkan bagaimana mereka terlihat di mata publik daripada apa yang sebenarnya mereka lakukan atau usulkan. Ini menciptakan suatu paradoks, di mana terlihat efektif secara politis tetapi minim akan substansi kebijakan.
Dalam lingkungan Hiburan Politik dan Politik yang Menghibur, kerap terjadi minimnya dialog substansial. Debat-debat politik seringkali lebih mirip pertunjukan di mana tujuan utamanya adalah memenangkan perhatian dan simpati, bukan untuk mendiskusikan isu secara mendalam. Inilah yang menyebabkan krisis politik yang minim dialog, di mana pertukaran gagasan dan argumentasi konstruktif terkubur di tengah kebisingan retorika yang dramatis.
Untuk mengatasi krisis ini, diperlukan perubahan paradigma dalam politik. Penting untuk kembali pada esensi politik yang seharusnya: sebagai wadah untuk mendiskusikan dan menyelesaikan masalah bersama. Politisi harus lebih fokus pada substansi kebijakan dan memberikan ruang bagi dialog yang substansial, membangun jalan bagi solusi-solusi yang konkret dan progresif.
Hiburan Politik dan Politik yang Menghibur memberikan warna dan ketertarikan tersendiri dalam dinamika politik masa kini. Namun, krisis politik minim dialog merupakan sebuah tantangan yang harus diatasi. Hanya melalui peningkatan dialog yang substansial, fokus pada kebijakan, dan pemahaman mendalam terhadap isu-isu yang dihadapi, kita dapat mengembalikan kepercayaan publik terhadap proses politik dan mencapai solusi yang sesuai bagi masyarakat.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H