Setiap masyarakat memiliki kesibukannya masing-masing. Mulai dari rentang usia anak-anak sampai dengan remaja yang sibuk dengan urusan menuntut ilmu, sedangkan orang dewasa yang sibuk mencari nafkah untuk keluarganya. Ada yang menikmati kesibukan itu adapula yang yang merasa bosan atau jenuh dengan kesibukannya. Oleh karena itu, dibutuhkanlah hiburan untuk dapat mengatasi kejenuhan itu yang salah satu hiburannya adalah menonton film.
Dalam Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No. 8 Tahun 1992 tentang perfilman pada pasal 1 dijelaskan bahwa :
" Film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan/atau lainnya." (Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1992 pasal 1)
Film bisa dikatakan sebagai budaya populer karena film merupakan salah satu komunikasi massa visual yang paling banyak digemari oleh masyarakat di berbagai belahan dunia ini. Lebih dari ratusan juta orang menonton film televisi, ataupun film di bioskop. Kata "populer" sendiri di Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai "dikenal dan disukai orang banyak"
Ada berbagai cara yang bisa dilakukan untuk dapat menonton film. Salah satunya adalah melalui bioskop. Pemutaran film komersil pertama dilakukan pada tanggal 28 Desember 1985 di Grand Caf, Paris, Prancis. Pemutaran film tersebutlah yang akhirnya menjadi cikal bakal bioskop yang kita kenal sekarang. Di Indonesia, bioskop hadir 15 tahun setelah penayangan di Grand Caf tadi bukan di sebuah gedung tetapi hanya di sebuah rumah. Saat itu film yang ditayangkan hanyalah film bisu hitam putih yang diiringi dengan musik dengan judul film "Sri Baginda Maharatu Belanda Bersama Pangeran Hertog Hendrick Memasuki Ibu Kota Belanda, Den Haag". Harga yang di tawarkan pun dirasa mahal pada kala itu, dimana harga untuk kelas satunya yaitu 2 Gulden (perak) dan harga untuk kelas duanya yaitu setengah Gulden atau setara dengan harga 10 kg beras.
Pada tahun 1987 bioskop di Indonesia mulai berkonsep gedung bioskop yang memiliki lebih dari satu layar atau disebut sinepleks. Sinepleks ini biasanya terdapat di titik-titik keramaian, contohnya mall. Bioskop dengan konsep ini pelopornya adalah Twin Theatre yang berlokasi di dekat Monas yang kala itu memiliki dua layar, namun bioskop ini sudah lama tutup (Henry, 2020). Akhirnya konsep gedung bioskop yang memiliki lebih dari satu layar itu dikembangkan oleh bioskop 21 pada tahun 1988. Dari situlah bioskop di Indonesia semakin berkembang pesat. Kemajuan signifikannya berada pada tahun 2000-an dan pengelola terbesarnya adalah 21 Cineplex dengan bioskopnya yang bernama bioskop 21 dan XXI. Harganya pun kini lebih bersahabat dibandingkan dengan awal kemunculan bioskop di Indonesia kala itu. Dilansir dari filmindonesia.or.id, penonton bioskop di Indonesia pada tahun 2019 berada di angka 52 juta penonton.
Cara selanjutnya yang dapat digunakan untuk menonton film adalah dengan menggunakan media Video on Demand (VOD). VOD masuk ke Indonesia ketika Hooq diluncurkan pada April 2016 dan Viu yang diluncurkan pada 26 Mei 2016. Namun sebelum dua penyedia VOD tadi, Netflix sudah mengawali masuk di Indonesia. Netflix masuk di Indonesia pada awal tahun 206, yaitu pada Januari 2016. Netflix merupakan salah satu penyedia VOD terbesar di dunia. Pada triwulan pertama di tahun 2020, Netflix memiliki jumlah pelanggan sekitar 182,9 juta pelanggan. Netlix memiliki beberapa harga untuk berlangganannya, mulai dari harga Rp 54.000 sampai Rp. 186.000, harga itu menyesuaikan dengan kualitas resolusi film yang dapat ditonton dan jumlah penonton yang dapat mengakses bersamaan dalam satu waktu dalam satu akun. Selain Netflix, ada beberapa pilihan lain dari VOD, yaitu HBO GO, Viu, Disney+ Hotstar, dan lain sebagainya.
Bioskop Online juga merupakan media VOD yang muncul ditengah-tengah pandemi COVID-19 yang mana gedung bioskop terpaksa harus tutup karena pandemi itu. Melalui Bioskop Online kita dapat menonton film-film Indonesia seperti "Tengkorak" yang pernah meraih nominasi best editing di Asian Internasional Film Festival pada tahun 2019, dan ada beberapa pilihan judul lain yang tersedia di Bioskop Online. Harganya pun cukup terjangkau, yaitu Rp 5.000 sampai Rp 10.000 (belum termasuk pajak) dengan cara pembayaran yang mudah juga.
Selain cara-cara legal untuk menikmati film diatas, adapula cara "haram" untuk menikmati film yang juga memiliki peminat yang cukup banyak, yaitu lewat berbagai macam media yang menghadirkan bajakan-bajakan dari film-film yang ada. Salah satu contoh yang sempat diberitakan banyak media adalah IndoXXI. IndoXXI kala itu memang bisa dibilang sebagai tempat masyarakat dapat menikmati film-film bajakan. Namun pada 1 Januari 2020 IndoXXI resmi menutup layanannya guna mendukung pemerintah dalam rangka mengurangi situs streaming film illegal. Banyak yang saat itu menyayangkan IndoXXI tutup terutama dari para penikmatnya. Akan tetapi apabila kita melihat dari sisi pembuat film, situs-situs semacam itu akan membuat kerugian yang cukup besar karena pada akhirnya masyarakat lebih memilih menonton secara gratis yaitu dengan menonton bajakannya dibandingkan dengan menontonnya secara legal melalui bioskop atau VOD.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H