MISTERI KAMAR BELAKANG
Siang itu aku berpamitan pada teman teman untuk pulang lebih awal, karena tugasku sudah selesai. Kurapikan meja kerjaku dan buku buku siswa yang telah selesai kukoreksi.
" Bapak ibu aku izin pulang duluan yha, sudah izin kok ke Bapak", tukasku pada teman teman yang saling pandang. Karena tak biasanya aku izin pulang cepat. Setiap hari aku biasanya pulang paling akhir, menyiapkan untuk tugas besok hari. Bergegas aku kelar ruangan menuju pemberhentian angkutan umum.
" Wit..... tunggu sebentar, mau kemana sih buru buru amat?, Esti mengejarku sambil tersegal sengal, nampak lucu dengan tubuhnya yang tambun.
" Hai..... ponakanku di Bandung sakit, aku harus segera kesana, sejak bayi aku yang asuh dia". Jawabku tenang.
" Terserah saja sih apapun urusanmu ke sana, tapi aku mau tanya tentang kelanjutan MOU dengan Lembaga Pendidikan Bahasa Asing yang pernah kita bahasa kemarin, janjinya khan besok harus sudah deal", cecar Esti.
" Sudah kulimpahkan pada Pak Andri untuk ditindaklanjuti, tenang saja sudah beres kok berkasnya, sudah yha..... selamat bekerja he...he...he..." candaku melihat mimik wajah Esti yang nampak kecewa.
Sepanjang jalan aku berpikir apa yang akan kupersiapkan untuk kubawa ke kota Bandung, menyusun jadual perjalanan, apa saja yang akan kukerjakan dan tempat tempat apa saja yang akan kukunjungi. Tujuanku ke Bandung bukan hanya untuk menjenguk ponakan yang sakit, tapi juga mengeksplore obyyek obyek wisata baru disana.
Sore aku baru berangkat sendiri menuju kota Bandung yang rutin kudatangi setahun 3 kali. Menjenguk ponakan ponakan yang lucu, wisata kuliner, wisata belanja dan wisata alam. Bandung adalah salah satu kota favoritku, selain Yogya dan Solo. Aku masih lajang jadi kemanapun pergi tak ada yang menghalangi.
Adikku yang tinggal di Bandung sering berpindah tempat tinggal. menyesuaikan dengan keadaan lingkungan dan kemampuan membayar sewa bulanan. Perumahan Gading Tutuka adalah rumah ke lima yang ditempati. Ternyata rumah ini mampu dibeli adikku dari simpanan dollar yang ditukarkan menjadi rupiah karena lonjakan nilai tukar yang cukup tinggi kala itu.