Lihat ke Halaman Asli

Ketimpangan antara Tuntutan dan Hak Para Pendidik

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="alignleft" width="402" caption="Seorang Guru sedang Mengajar"][/caption] Menumbuhkan keutamaan kewarganegaraan  pada dasarnya dibentuk ketika seseorang mulai terjun dalam dunia pendidikan. Dengan pembelajaran yang telah ditetapkan oleh Depdiknas dan Depag sesuai hasil keputusan undang-undang kependidikan. Dimuali dari sekolah dasar setiap peserta didik diberikan pembelajaran tentang bagaimana menjadi warga negara yang baik, hal ini kini terangkum dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Tujuan dari pembelajaran tersebut tidak lain ialah agar menghasilkan output cinta kepada Indonesia dan menjadi warga negara yang saling menghormati satu sama lain baik agama, sosial, ekonomi, politik, dan kebudayaan juga bisa menerima perbedaan tersebut. Belakangan ini banyak kecarutmarutan yang melanda negeri kita, seperti tragedi pembakaran tempat ibadah, korupsi, penyelewengan anggaran pajak, dan sebagainya. Seharusnya hal seperti demikan tidak perlu terjadi ketika individu-individu memiliki pemikiran yang berazaskan kepedulian dan menerima perbedaan seperti yang telah diajarkan pada tiap sekolah hingga perguruan tinggi. Selain itu, juga bila individu-individu tersebut dibentengi iman berdasarkan pemahaman agama yang dianutnya. Tidak ada agama manapun yang mengajarkan untuk merugikan orang lain apalagi menyangkut orang banyak. Seharusnya hal demikian menjadi sebuah tantangan dunia pendidikan baik yang berlandaskan agama maupun umum. Memang sudah seharusnya instansi pendidikanlah yang memegang peranan penting tentang pembentukan moral, ideologis, sifat, sikap, dan karakter seseorang. Unsur-unsur internal pendidikan sudah banyak diuji coba untuk kemajuan dan perubahan ke arah yang lebih baik seperti pembenahan kurikulum dan undang-undang guru dan dosen. Namun, di balik semua itu perhatian dan daya dukung terhadap pelaku dalam bidang pendidikan sendiri masih sangat minim terutama bagi guru. Beberapa bulan yang lalu sempat terdengar angin segar tentang pengangkatan kesejahteraan guru untuk masa yang akan datang. Ternyata benar-benar untuk "masa mendatang", tidak untuk saat dan sekarang ini, entah kapan kita tiba dan berada di masa itu sebab kita selalu berada di masa sekarang. Mungkin benar apa kata pepatah "yang berlalu biarlah berlalu", wusssh, tidak pernah dipikirkan dan ditelaah kembali. Ternyata belum sampai di situ saja, munculnya Surat Edaran Menteri Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tentang penarikan guru berstatus pegawai negeri sipil yang bertugas di sekolah swasta, beberapa waktu lalu, sebuah hal yang benar-benar sangat memprihatinkan. Padahal awal mula perjuangan terciptanya pendidikan di Indonesia ialah dari jalur pendidikan "kaum swasta" seperti Yayasan Taman Siswa yang dipelopori oleh tokoh pendidikan Ki Hadjar Dewantara pada tahun 1922. Buktinya banyak keluaran dariyayasan tersebut yang menjadi putra-putra pengharum bangsa. Apabila sampai terjadi sedemikian rupa, hal tersebut jelas bukan bertujuan untuk mengembangkan pedidikan di negeri ini, bahkan justru melemahkan kualitasnya  juga memojokan dan penghinaan terhadap sekolah-sekolah swasta. Keberadaan guru PNS di sekolah swasta ialah merupakan sebuah penghargaan terhadap sekolah swasta, selain itu juga bantuan dapat diberikan dalam bentuk finansial, proyek atau yang lain. Sementara bantuan pemerintah terhadap sekolah-sekolah swasta dan guru-guru honorer belum memadai dengan tuntutan yang dihadapkan kepada instansi dan individu dalam dunia pendidikan tersebut. Masih sangat banyak yang mesti dibenahi oleh pemerintah tentang keinginan berkembang dan mampu bersaingnya dunia pendidikan, terutama terhadap keluaran-keluaran yang akan diciptakan. Hal tersebut bisa terwujud ketika pemerintah meningkatkan hak yang mesti diperoleh para "pahlawan tanpa tanda jasa" dan instansinya. Menyikapi opini dalam Kompas edisi Selasa, 22 Februari 2011. Melukai Sekolah Swasta oleh Ki Supriyoko




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline