Lihat ke Halaman Asli

Lidah Gerakan Mahasiswa Jangan Sesekali Terlipat untuk Meneriakkan Gagasan Idealisme, bila perlu ia Berani Meludahi Kemunafikan-kemunafikan Pesta Politik

Diperbarui: 24 Juni 2015   14:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pilkada kota bandung semakin hari semakin hangat. Setiap calon yang telah mendaftarkan diri menyiapkan pasukan (baik terbuka maupun timsus), amunisi, dan isu-isu strategis. Baik di dunia nyata dan dunia maya telah terlihat segala manuver politik, intrik, serta black campaign dari tim satu ke tim yang lain. Setiap pihak menggaungkan bahwa calon yang mereka usung adalah calon yang paling layak untuk memimpin kota metropolitan bandung.
Masyarakat kebingungan sesungguhnya apa yang terjadi di kota bandung?
Mungkin mereka tahu bahwa akan ada yang katanya pesta demokrasi 5 tahunan, tanpa berpikir lebih jauh akankah pilkada kota bandung menjadi momentum yang memunculkan seberkas harapan demi kemajuan warga kota bandung dalam bidang ekonomi, pendidikan, dan kesehatan serta bidang-bidang kehidupan lainnya.
Namun kita masih melihat momentum pilkada kota bandung hanya diisi oleh riak-riak dukungan maupun hujatan terhadap kandidat. Semua elemen civil society terseret oleh arus politik untuk masuk dalam kanal-kanal yang telah diciptakan entah oleh keadaan atau oleh masing-masing kandidat. Kita belum menyaksikan adanya lembaga/institusi civil society yang tampil berbekal pedang untuk mengupas secara kritis dan memberikan suara-suara produktif ditengah sepi nya gagasan untuk membangun kota bandung.
Kepada siapa seharusnya kita sematkan tugas sejarah tersebut?
Kepada KPU? (Ia kan hanya fasilitator)
Kepada Partai? (Partai juga sibuk dengan urusan-urusan kekuasaan)
Kepada Perguruan Tinggi? (Selama ini tak berani tampil berani)
Lalu kepada siapa masyarakat berharap agar kualitas pilkada kota bandung terisi oleh nuansa perubahan?
Saya berharap itu diinisiasi oleh gerakan mahasiswa. Gerakan mahasiswa yang selama ini lantang menyikapi fenomena-fenomena nasional juga perlu melirik konstalasi lokal. Gerakan mahasiswa harus tampil sebagai dekonstruktor akan kekinian yang usang, serta mampu menjadi transfigurator agar layak disebut minoritas kreatif. Lidah gerakan mahasiswa jangan sesekali terlipat untuk meneriakkan gagasan idealisme, bila perlu ia berani meludahi keadaan kemunafikan-kemunafikan pesta politik. Gerakan mahasiswa harus berani telanjang dalam bersikap terhadap penyelenggara, kandidat dan gagasan cerdas untuk membangun kota bandung.
Saya tidak menyarankan agar gerakan mahasiswa untuk secara emosional keblinger menyikapi persoalan pilkada kota bandung, tapi mampu destruktif sekaligus konstruktif berbasis kajian intelektual dan bersemangat kerakyatan.
Karena saat ini tak ada lagi keran aspirasi bagi masyarakat, maka biarlah gerakan mahasiswa menjadi pipa-pipa penyalur air perubahan dan cita-cita masyarakat!
Salam Perubahan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline