Lihat ke Halaman Asli

20 Tahun untuk Jessica, Pantaskah?

Diperbarui: 25 Oktober 2016   03:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Lima bulan sudah sidang kasus kopi sianida Jessica Kumala Wongso bergulir. Persidangan yang banyak menyita perhatian publik (bisa jadi akan dikenang sebagai sidang yang paling fenomenal yang pernah ada) dengan jumlah sidang sebanyak 31 kali dan ‘live streaming’ di beberapa stasiun televisi membuat sidang ini paling ditunggu bagaimana ending-nya.

Pada sidang ke-27 Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Jessica dengan hukuman penjara selama 20 tahun. Dengan berbagai pertimbangan yang ada JPU memang memilih hukuman paling “minimal” dari dakwaan yang terdapat pada pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana yang dapat diberikan hukuman berupa hukuman mati, seumur hidup, atau 20 tahun penjara. Pro dan kontra pun bermunculan terkait tuntutan JPU ini selain juga karena berbagai pendapat di masyarakat yang terbelah antara yang meyakini Jessica sebagai pembunuh atau sebaliknya menyatakan Jessica seharusnya tidak bersalah. Pertanyaannya sekarang adalah pantaskah Jessica dituntut 20 tahun penjara?

Dalam sidang ke-27, Jaksa Penuntut Umum mengemukakan poin-poin yang memberatkan Jessica. Salah satunya adalah ia membangun alibi yang berbelit-belit untuk mengaburkan fakta untuk menghambat proses penegakkan hukum. Tentu perlu diingat bahwa Jessica secara konsisten berbohong di ruang sidang. Belum lagi Penasehat Hukumnya kerap mendatangkan ahli-ahli yang kredibilitas dan kesaksiannya patut dipertanyakan.

Keluarga korban sendiri merasa jaksa masih ragu dalam mengambil keputusan sehingga hanya menuntut 20 tahun atas pembunuhan berencana yang diprakarsai Jessica. Sepupu Mirna, Yongki, juga mengucapkan bahwa pihak keluarga menuntut paling tidak hukuman seumur hidup untuk kasus Jessica ini.

Bukti kuat yang dipegang oleh JPU yakni rekaman CCTV Kafe Olivier memperlihatkan bagaimana Jessica menjadi otak dari pelaku pembunuhan Mirna. Setidaknya ada 5 hal yang menjadi pembuktian bahwa Jessica yang memasukkan sianida berdarakan keterangan saksi ahli dari ahli forensik digital Polri Muhammad Nuh

  •  Jessica Menggeser Posisi Duduknya 

Rekaman CCTV terlihat Jessica yang tiba di meja 54 duduk di ujung kursi. Namun, seketika saja dia mengubah posisi duduknya sejajar dengan CCTV dan terhalang tanaman hias, sehingga gerak-gerik Jessica tidak terlalu tertangkap jelas dalam rekaman CCTV.

  • Titik Rawan

Detik per detik tayangan CCTV Kafe Olivier diungkap dalam persidangan. Nuh melihat ada gerakan janggal saat Jessica duduk sendiri di meja 54. "Titik rawannya 4 menit," ujar Nuh. Titik rawan itu, diduga Nuh, terdapat pada menit pukul 16.29 WIB hingga pukul 16.33 WIB. Dalam selang waktu 4 menit itu, terlihat adanya pergerakan tangan Jessica yang sedang membuka tasnya dan lalu diikuti dengan gerakan tangan Jessica yang diduga sedang menuangkan sianida ke dalam gelas kopi."Titik rawan ketika terdakwa membuka tas pada pukul 16.29, beberapa kegiatan tangan kanan ke atas meja dan hingga selesainya kopi diletakkan (Jessica) ke ujung pada pukul 16.33. Kemungkinan waktunya 16.29 hingga 16.33," beber Nuh.

Jessica tertangkap kamera beberapa kali bongkar pasang paper bag belanjaannya. Paper bag yang semula berada di belakang sofa diangkat dan ditaruh sejajar di atas meja.

  • Menoleh berkali-kali

Dalam rekaman CCTV, Jessica terlihat menuju ke arah depan kasir restoran untuk melakukan pembayaran. Lalu, Jessica langsung menuju ke meja 54 menunggu pesanannya datang. Saat berada di meja dan menunggu pesanan, dia beberapa kali menolehkan kepalanya ke kiri dan kanan. Kegiatan itu terjadi berulang kali.

  • Garukan Paha

Ahli Digital Forensik Christopher Hariman Rianto mempertanyakan perilaku Jessica yang terlihat menggaruk paha kanannya sambil membungkuk. Sebab, gerakan tersebut dilakukan secara berulang dan ditemukan pada saat para pegawai Kafe Olivier sedang sibuk menyelamatkan Mirna. Menurut Christoper, gerakan mengusap tangan itu tidak hanya dilakukan pada saat Jessica berada di sekitar Mirna, namun juga ketika Jessica berjalan melewati kasir kafe sesaat setelah Mirna digotong petugas medis.

Dalam sidang terakhir pembacaan duplik pada tanggal 20 Oktober kemarin, Jessica memanfaatkan betul kesempatan terakhirnya untuk membela diri, dan tetap menyebut kasus yang menjeratnya merupakan rekayasa. Dalam duplik yang dibacakan tim kuasa hukum, tanpa segan menyebut barista Kafe Olivier Rangga dan suami Mirna Arief Soemarko sempat bertemu di sekitar Sarinah, Jakarta Pusat. Selang beberapa hari kemudian muncul seseorang bernama Amir Papalia yang mengaku sebagai wartawan dan melihat sehari sebelumnya terjadi pertemuan antara suami Mirna, Arif dan barista Olivier, Rangga. Entah apa maksud dari semua ini tetapi pernyataan ini justru baru diberikan setelah sidang tinggal memasuki tahap vonis. Jessica dan pengacaranya seakan-akan memainkan “drama” lagi untuk bisa memengaruhi putusan hakim.  

Dengan berbagai macam cara “licik” yang dilakukan oleh Jessica dan tim pengacaranya seharusnya menjadi cukup mudah bagi majelis hakim untuk mementahkan segala pembelaan Jessica dan memberikan hukuman yang maksimal yaitu lebih berat dari tuntutan JPU semisal hukuman seumur hidup atau hukuman mati.    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline