Lihat ke Halaman Asli

Fantastic Mr Anderson

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

[caption id="attachment_147692" align="alignnone" width="450" caption="Bill Murray, salah seorang pengisi suara, tertidur di depan set film Fantastic Mr. Fox (Foto: I Watch Stuff)"][/caption] Wes Anderson adalah nama yang lumayan asing di dunia film. Ia bukan Tim Burton yang melegenda dengan citarasa seninya. Bukan pula Steven Spielberg yang pencerita. Mungkin puncak yang paling tinggi pernah disentuh oleh Anderson adalah kala ia mengerjakan skrip film The Royal Tenenbaums. Sementara di sisi lain, Roald Dahl adalah nama yang sangat tak asing di dunia pustaka dan anak-anak. Karyanya abadi, dan masih diresital berulang kali dalam banyak versi. Beberapa menyublim di layar perak berkat tangan dingin para kreator seni dan pencerita yang hebat. Charlie and the Chocolate Factory, Matilda dan sebagainya? Anda pasti familiar. Kemudian, ada berapa cerita fabel di dunia film? Film, terutama film Hollywood adalah imaji terdekat dari ego manusia. Oleh karena itu, yang laku adalah pelampiasan ego bercinta, ego masokhis, ego maskulinitas, dan sebagainya. Lalu apakah manusia mau merendahkan ego mereka menjadi sosok hewan dalam bentuk fabel? Fabel paling tenar milik George Orwell, Animal Farm baru dua kali naik layar. The Wind in the Willows karya Kenneth Grahame juga tak ada yang menyeruak. Maka tak heran, kala fabel tuan Dahl yang berjudul Fantastic Mr Fox diangkat layar, reaksi ekonomisnya adem ayem. Fabel memang bukan jenis cerita dan film yang mungkin menarik bagi orang dewasa. Fantastic Mr Fox adalah film rilisan tahun lalu, dengan durasi hanya 87 menit. Target pasar film ini adalah mixture, sebagai tontonan keluarga, disamping merupakan wahana penyaluran taste dari para kreatornya. Bercerita tentang kehidupan keluarga rubah (fox/Vulpes vulpes) yang menjadi "buronan" bagi manusia karena hobinya mencuri unggas. Wes Anderson dan timnya menggubah gambar tentang fabel tersebut dalam bahasa animasi stop motion yang menawan. Rasanya tak kalah dari imaji Tim Burton di film-filmnya. Fantastic Mr Fox karya Dahl sebetulnya didasarkan dari fabel sederhana, murni untuk anak-anak. Lalu Wes Anderson membawa sedikit dimensinya naik sebagai tontonan keluarga. Kompensasinya? Jalan cerita yang sedikit lebih kompleks plus humor cerdas (dengan gaya humor deadpan seperti di Royal Tenenbaums). Anak-anak bisa menonton seraya menyerap moral of the story ditambah sedikit pelajaran binominal nomenklatur. Ini adalah keunggulan nyata Fantastic Mr Fox dibanding fabel dan cerita anak yang dibuat sebelumnya, bahwa para kreatornya memperhatikan dimensi keluarga di situ. Aspek Manual Dan bila Anda sedikit beruntung dapatkan DVD-nya, perhatikanlah fitur ekstra di situ. Ada cerita tentang pembuatannya yang membuat apresiasi berlipat untuk film Fantastic Mr Fox. Memijam istilah kuliner, ada semacam after-taste yang tertinggal. Adalah dedikasi yang luar biasa dalam pembuatannya membuat film ini berkali lipat membekas. Pengambilan suara yang diisi oleh selebritas tenar macam George Clooney dan Meryl Streep dilakukan secara live, outdoor, dengan suara-suara natural di sekitar. Sehingga ketika ada imej rubah makan dengan barbar, maka pengisi suaranya memang melakukannya demikian. Bila ada adegan menggali, maka suaranya memang direkam dari aktor pengisi suara yang tengah menggali. Dengan tangan! Bicara mengenai setting, hal yang mencengangkan disajikan dalam ekstra DVD-nya. Buah-buahan, botol cuka apel, pohon dan daunnya, adalah asli, piece by piece. Dibuat dengan tangan manusia, dan diambil gambarnya. Itu termasuk setting bukit dan kota yang menjadi bagian integral. Sungguh luar biasa bila kita menilik bahwa sebagian besar proses produksi Fantastic Mr Fox dibuat dengan presisi manual dan teknologi analog. Kata "manual" barangkali akan segera lenyap dari leksika. Lekang dimakan waktu dan dipersepsikan negasi oleh sebagian orang. Lema tedekatnya adalah "analog", yang di perkembangan zaman sudah demikian melekat sebagai trademark masa lampau. Perhatikan penggunaannya pada kata "perseneling" atau "kamera". Bagi sebagian, manual dan analog masih mempunyai sisi untuk dicerna. Bahasa Inggris memperkenalkan istilah "vintage" atau paling dekat dalam bahasa kita adalah antik. Itu adalah nilai kelawasan yang bisa digunakan sebagai daya tarik. Nilai jual, bila mengaca istilah ekonomis. Lalu apa menariknya? Beberapa berpendapat sisi manual atau analog adalah penghargaan terhadap proses. Ada satu mekanisme yang berjalan di situ. Harus berjalan dengan koridor yang tepat supaya berhasil. Dan pengguna barang "manual" atau "analog", tentu wajib mengetahui proses itu. Mengetahui kompleksitas di dalamnya, yang akhirnya memicu impuls angkat topi. Roald Dahl tentu akan bangga lantaran fabelnya kini diangkat dengan layak melalui sebuah proses berbasis dedikasi tinggi. Di relung inferioritas film atas buku, rasanya Fantastic Mr Fox ini adalah anomali. Seperti yang dikatakan istri mendiang Dahl, Felicity, bahwa Wes Anderson membawa Fantastic Mr Fox ke dimensi yang baru. Simply fantastic.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline