Lihat ke Halaman Asli

Helma Amelia

Mahasiswa

Puisi "Balada" Salah Satu Karakteristik Sastra Angkatan Tahun 50-An

Diperbarui: 17 Juni 2023   11:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Karya sastra merupakan buah karya manusia berbentuk ungkapan perasaan yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Karya sastra sebagai cermin kehidupan dikemas dengan bahasa yang bernuansa estetis dan bermakna. Ungkapan perasaan itu ada yang berbentuk puisi, cerita pendek, novel, dan bentuk karya sastra lainnya. Jenis dan bentuk karya sastra itu menggambarkan ungkapan perasaan pengarang yang sesuai dengan keadaan atau sosio-kultural pada zamannya.

Sehubungan dengan hal itu, dikenal pula jenis karya sastra puisi berbentuk balada. Puisi balada merupakan puisi yang berbentuk cerita atau kisah. Bentuk karya sastra "balada" ini mencerminkan adanya terobosan baru untuk perubahan bentuk karya sastra pada zamannya, sehingga menjadi tolak ukur dalam menentukan pembabakan perkembangan sastra Indonesia. Pembabakan perkembangan sastra oleh para pakar saat itu merujuk pada ciri-ciri karya sastra. Menurut Yustina Budi Artati (2019), bahwa pembabakan waktu terhadap perkembangan sastra ditandai dengan ciri-ciri tertentu. Ciri-ciri yang teridentifikasi pada karya sastra tersebut membedakan karya sastra setiap periodenya. Untuk itu, jika dipandang dari jenis-jenis karya puisi sebelumnya, puisi balada memperlihatkan ciri khasnya karena berbeda dengan puisi konvensional pendahulunya. Kemunculan puisi balada ini menjadi terobosan baru pembaharuan puisi di Indonesia setelah masa kemerdekaan.

Menurut sejarah perkembangan sastra Indonesia, terobosan awal pembaharuan puisi dilakukan oleh Chairil Anwar dengan puisi berjudul "Aku", "Diponegoro", dan lain-lain (angkatan 1945). Puisi bebas ini menjadi pendobrak pertama sejarah perpuisian baru di Indonesia dengan gaya ekspresionis-realistisnya dengan memperlihatkan semangat perjuangan untuk meraih kemerdekaan. Namun, untuk puisi-puisi angkatan 1945 masih dirasakan adanya upaya untuk menciptakan keindahan dan pilihan diksi. Mengapa demikian, karena sastrawan angkatan tahun 1945 juga meneruskan kreativitas pengarang puisi sebelumnya. Bahasa metaforik dan simbolik sudah mulai digunakan karena saat itu rakyat Indonesia berada dalam penindasan Jepang.

Kemunculan puisi balada yang terkenal, dalam kumpulan puisi Balada Orang-Orang Tercinta karya WS. Rendra (tahun 1957), telah memperlihatkan adanya terobosan baru pasca tahun 1945 dalam mencipta karya sastra secara bebas. Puisi balada memperlihatkan variasi dalam pemilihan diksi, tetapi mengutamakan kebebasan berpuisi dengan gaya bercerita, gaya slogan, dan retorika. Yang diungkapkan dalam puisi balada adalah mengisahkan kondisi objektif tentang gambaran hidup masyarakat yang teraniaya; penuh penderitaan. Puisi balada menunjukkan adanya reaksi tokoh melalui penulis puisinya yang bercerita tentang permasalahan sosial; perbedaan kaya dan miskin, kaum pengangguran, kaum teraniaya, dan kemiskinan.

            

Puisi Balada Orang-orang Tercinta  karya WS. Rendra, diungkapkan dengan bahasa yang mudah dipahami dan mengalir seperti cerita. Berikut penulis sajikan kutipan bagian akhir dari balada tersebut.

....

Mengapa kita saling menyembunyikan

Mengapa marah dengan keadaan?

Mengapa lari ketika sesuatu

membengkak jika dibiarkan?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline