Pipi gembulnya turun naik, mengikuti gerakan mulut yang asyik mengunyah. Bulir bulir keringat muncul di sekitar dahi kecilnya. Sudah beberapa kali piring nasinya kosong dan terisi kembali. Dengan semangat ia menghabiskan isi piringnya. Padahal siang itu lauknya cuma telur dadar, tempe goreng, sayur rebus dan cocolan Bekasem. Tapi adikku lahap sekali menghabiskan hidangan dipiringnya.
Peristiwa itu terjadi lebih dari 20 tahun yang lalu. Namun terpatri kuat diingatanku. Saat makan siang adalah waktu favorit kami kakak beradik. Keluarga kami adalah serumpun melayu, suku Palembang yang tinggal di Kota asalnya sungai musi. Baik nenek dan ibuku, semuanya pintar memasak, dan agaknya bakat tersebut pun turun menurun ke anak cucu.
Kebiasaan keluarga kami adalah makan berkumpul, ramai ramai dengan aneka menu, ada olahan ikan, protein hewani darat, tumisan sayur, lalapan, dan tidak ketinggalan sambal. Bukan hanya satu sambal tapi beberapa macam. Diantaranya ada cocolan Tempoyak olahan fermentasi dari buah durian, yang rasanya manis, asam dan gurih.
Lain waktu akan terhidang Bekasem, cocolan lain yang terbuat dari ikan air tawar dengan campuran nasi kering yang sudah difermentasi. Serupa tapi tak sama, ada pula Rusip, fermentasi ikan teri/bilis yang sangat terkenal dari Sumsel dan Bangka. Terus terang, kalau makan dengan cocolan itu, tak akan sadar bila telah menghabiskan berpiring piring nasi hangat
Berabad abad pangan fermentasi melekat menjadi bagian tradisi. Salah satunya tempoyak yang bahkan sudah tertulis di hikayat Abdullah. Yang menceritakan tempoyak sudah dikonsumsi sejak 1 836 oleh masyarakat rumpun melayu. Di Indonesia tempoyak familiar di Sumatera dan Kalimantan.
Pangan Fermentasi lokal tentu banyak sekali. Tidak hanya tempoyak saja. Banyak ragam ini mencerminkan betapa jeniusnya nenek moyang kita dulu. Tanpa mengetahui reaksi kimia yang terjadi pada proses pengolahan pangan fer mentasi. Niat untuk memperpanjang masa simpan pangan, malah menciptakan jenis pangan baru yang unik.
Pangan fermentasi adalah makanan yang tercipta dari proses pengolahan pangan dengan menggunakan aktivitas mikroorganisme secara terkontrol untuk meningkatkan keawetan pangan dengan diproduksinya asam dan/atau alkohol, yang menghasilkan produk dengan karakteristik flavor dan aroma yang khas, serta mutu gizi yang jauh lebih baik.
Aku yakin, banyak dari kita yang sudah mengetahui beberapa pangan fermentasi modern seperti yakult, yogurt, sasimi dan kimchi. Lantas apakah kita juga mengenal tempoyak, bekasem, rusip, tauco, brem, tapai dan masih banyak lagi jenis pangan yang lain?. Tampaknya pun belum banyak yang tahu. Apalagi mencicipinya.
Padahal menurut Prof Rindit Pambayun, dosen saya di perkuliahan dulu yang sekarang menjadi Presiden FIFSTA (Federation of Institutes of Food Science and Technology in ASEAN). " Makanan fermentasi sangat bergizi, karena protein mengalami hidrolisa menjadi asam amino dan peptida, karbohidral spt amilum terhidrolisa menjadi glukosa siap dimanfaatkan tubuh, dan terbentuknya senyawa gizi lainnya seperti vitamin (tapai, vitamin B-1 nya meningkat 300%)"
Memang, pangan fermentasi lokal yang lumrah dan sudah banyak dikonsumsi oleh orang Indonesia adalah Tempe. kita patut berbangga
Sudah berpuluh tahun makanan rakyat Indonesia ini dikenal baik di benua Eropa maupun Amerika. William Shurtleff dan Akiko Aoyagi dalam bukunya The Book of Tempeh: A Super Soyfood from Indonesia mengungkapkan bahwa tempe telah diproduksi dan dijual di berbagai negara di dunia.