Tellus atau Terra Mater adalah dewi bumi romawi kuno. Dewi yang dianggap sebagai penjaga bumi, yang membawa kemakmuran. Ternyata, Perempuan sering kali dikaitkan dengan bumi, alam, bahkan di Indonesia sendiri menjadi sebuah judul lagu "Ibu Pertiwi" bahkan Di kebudayaan Jawa Kita pun mengenal Dewi Sri yang bertugas mengatur ketersedian pangan dan kemakmuran.
Perempuan dengan alam memiliki hubungan yang spesial, suatu kesatuan yang saling membutukan. Bahkan, sejak berabad lalu perempuan bertindak sebagai penyedia kehidupan baik meramu dan mengelola hasil alam. . Perempuan tidak hanya mengumpulkan dan mengkonsumsi apa yang tumbuh di alam, tetapi mereka membuat segala sesuatu menjadi tumbuh.
Saya teringat akan perjalanan saya tempo hari, menempuh perjalanan dari Kota Palembang ke Desa Bangsal Kab. Ogan Ilir yang harus di lalui dengan jalan yang masih berwarna merah, licin dan terkadang aspal yang tidak sempurna.
Jika kita kembali mengingat Kebakaran hutan yang terjadi 2015 lalu telah menghanguskan sekitar 2,1 juta hektar hutan dan lahan dengan 35 persen atau sekitar 660 hektar lahan yang terbakar adalah lahan gambut. BNPB mencatat ada 503.874 jiwa yang menderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di enam provinsi sejak 1 Juli hingga 23 Oktober 2015.
Ternyata, dampak dari kebakaran hutan ini melebihi yang nampak di permukaan. ada banyak kisah yang tidak muncul di media. Salah satunya adalah para perempuan pengrajin Gulo Puan. Apa sih gulo puan ini? Awalnya, saya juga tidak tahu tentang makanan jenis apa, dari apa, dan juga bagaiamana mengolahnya.
Puan berarti 'susu' dalam bahasa daerah Sumatera Selatan (Sumsel). Gulo puan bisa diartikan 'gula susu' sesuai bahan dasarnya, yaitu gula dan susu yang dibuat menjadi sejenis karamel. Konon, olahan ini adalah olahan yang disajikan untuk para bagsawan, karena tidak setiap hari bisa tersedia. susu yang digunakan pun terbilang tidak biasa, karena berasal dari susu kerbau.
Bahan utama gulo puan ini berasal dari kerbau, ya kerbau rawa yang terdapat di daerah pampangan OKI, ciri khas kerbau rawa yakni berkulit dan bulu warna hitam dengan kepala besar, telinga panjang, serta tanduk pendek dan melingkar ke arah belakang. Keunikan lainnya adalah kerbau ini juga dapat menyelam sambil makan.
Seperti tulisan yang saya ulas sebelumnya ternyata kebakaran hutan saat itu juga membuat banyak kerbau rawa yang mati, habitatnya semakin sempit karena alih fungsi daerah rawa dengan cara dibakar.
Salah satu cerita Ibu Surti, beliau adalah ketua dari salah satu kelompok pengrajin yang masih terus memproduksi gulo puan. Saya sebenarnya kurang paham tentang yang ia bicarakan, untungnya kami memiliki teman yang membantu mengartikan.
Lebih kurang ia bercerita, saat ini sangat sulit mendapatkan susu kerbau. Selain kerbau yang langka, banyak kerbau menghasilkan kualitas susu yang kurang baik, sehingga tidak bisa di olah, ia juga menceritakan bagaiamana kelompok-kelompok perempuan yang menggantungkan hidupnya dari mengolah hasil susu kerbau. Mereka pun terbatas membuat gulo puan hanya berdasarkan pesanan dan itu pun harus menunggu terlebih dahulu.
Oiya, untuk mendapatkan susu kerbau ini kita harus naik perahu kecil dimana para kerbau di lepaskan secara liar dan juga harus pagi hari, saya sih gak berani naik perahu. bisa di bayangkan perahu yang kecil dan melewati sungai untuk mengambil susu kerbau. Saya pun bertanya," kenapa kerbaunya gak di pelihara di kandang saja?" mereka menjawab sudah pernah mencoba tetapi banyak juga yang mati bahkan tidak menghasilkan susu sama sekali. Ku pikir mungkin kerbaunya stress kali ya?.