JIKA SAJA
Menikmati secangkir teh hijau hangat di beranda rumah berlatarkan rintik hujan di pagi hari, menjadi kegiatan baru bagi pemilik nama Raden Ajeng Sasi Kirana. Menulis naskah cerita, melukis, mengerjakan pekerjaan kantor atau hanya sekedar duduk hening menikmati hembusan angin basah yang menerbangkan sepercik tetesan hujan.
"Huuuuh" helanya, saat dimana memori masa lalu datang mengepung, adakah tempat yang tepat untuk menaruhnya dan menguncinya rapat-rapat? Jika ada, mungkin ia sudah memulai kehidupan baru yang jauh lebih baik dari lukisan tujuh warna diangkasa.
Ting!!!!
Sebuah pesan masuk menyelamatkannya dari kepungan masa lalu. Ia pun bergegas menuju kamar mandi untuk bersiap. Hari ini adalah jadwal pertemuannya dengan klien spesial, sangat spesial. Tapi, entahlah haruskah dirinya bahagia bertemu dengan klien spesial tersebut, setelah sekian lama tidak tahu menahu kabar terbaru dari mereka? Beberapa menit pun berlalu, Sasi pun telah rapi dan siap menuju lokasi dimana mereka akan bertemu.
"Sas? Maafin aku ya?" Sasi tidak bergeming dari layar laptopnya meskipun wanita dihadapannya telah mengatakan sesuatu, Sasi seperti sengaja menulikan pendengarannya "Maaf kalau aku tidak pernah jujur sama kamu jika aku dan Jo dijodohkan dari kecil oleh orangtua kami" sekali lagi, ucap seorang wanita berdarah china-manado, yang membuat Sasi terpaksa melepaskan pandangannya pada layar laptop, melipat tangannya di dada dan menyandarkan tubuhnya yang ramping pada kursi.
Sasi tersenyum melihat sosok wanita di hadapannya, percayalah bahwa dirinya tersenyum meskipun hanya garis datar yang menghiasi wajah orientalnya "Sudahlah semua sudah berlalu dan yah, mungkin ini yang dinamakan menjaga jodoh orang, Be-La-San tahun" katanya Sarkas dengan sedikit penekanan di kalimat 'Belasan' tahun.
Masa lalu memang selalu menguras emosi dan mengaduk hati. Jika kejadian belasan tahun yang lalu seperti bom nuklir, mungkin saja hatinya sudah hancur lebur terkena percikan zat kimia tersebut. Sayangnya hal itu hanya sebuah kiasan tak berwujud. Wanita itu tersenyum canggung sembari menyelipkan rambutnya di belakang telinga yang memperlihatkan rahang tegas nan indah miliknya dengan belahan di bawah dagu.
"Jadi kalian mau pakai konsep dari kami atau Vendor kami?" tanya Sasi kembali, mungkin lebih tepatnya seperti basa-basi yang bahkan tidak perlu. "Kalau soal itu" suara pintu menginterupsi ucapan wanita yang ada dihadapan Sasi. Sesosok laki-laki tegap nan kokoh, berahang tegas dengan kulit sawo matangnya menyedot atensi mereka.
Sedetik, pandangan Sasi dan pria itu bertemu sebelum akhirnya ia memutuskan kontak mata secara sepihak dan menegaskan hati bahwa dunianya sudah bukan lagi milik pria tersebut, pria tersebut sudah bukan lagi tujunya. Dan pulangnya sudah bukan lagi sosok dihadapannya saat ini.
Hari demi hari berlalu seakan senja dan fajar pun ikut beradu, Sasi berdiri di depan cermin memperhatikan tautan dirinya dengan balutan gaun satin berwarna putih gading diatas lutut dan membiarkan rambutnya tergerai dengan bebas dibahunya yang terekspose. Sasi berjalan berkeliling Venue wedding untuk mengecek kembali tugas-tugas dari timnya. Sejujurnya, Sasi sangat kesulitan berjalan kesana kemari mengenakan stiletto.