Lihat ke Halaman Asli

Ketika Sentralisasi Menjadi Desentralisasi

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti membalikkan telapak tangan, sejak otonomi daerah (2000), Indonesia merubah sistem kekuasaannya, dari sentralisasi menjadi desentralisasi. Pemerintahan di bawah menjadi daerah otonom yang berhak mengurus diri sendiri.

O..o..o...namun ini merubah sistem kekuasaan bung! Kira-kira, siapa sih yang dengan legowo, begitu blek peraturannya dibuat trus pelaku langsung merubah tatanan hati dan iklas menerima perubahan yang amat drastis ini (???). Saya analogikan dengan hal yang sederhana, ada seorang pesakit yang hampir meninggal karena ulah merokok, trus datang ke dokter dan saran si dokter "mulai sekarang anda tidak lagi jadi perokok.". Ah...saya tidak akan menjawab gimana perubahan terhadap si pesakit (karena saya bukan ahli hisap jadi jawaban saya tentu tidak bisa mewakili kelompok ahli hisap).

Kembali lagi kepada pusat yang otorisasinya dicabut sedemikian rupa, tidak lagi jadi sentral satu-satunya tapi berbagi dengan 500-an daerah otonom lainnya. Apakah kira-kira akan ikhlas begitu saja kemapanannya diganggu gugat? Melihat struktur APBN saja kita bisa melihat sikap pusat terhadap desentralisasi. Anggaran K/L (yang tidak sampai 100-an) dengan pemerintah daerah baik propinsi/kabupaten/kota (500-an lebih) yang berbanding 70:30 saja sudah bisa mewakili sikap pusat. Mengenai daerah otonom lebih lengkap bisa baca tulisan saya http://birokrasi.kompasiana.com/2011/09/13/otonomi-daerah/


Belakangan ini sedang marak-maraknya pemerintah daerah melakukan pembangunan fisik dengan minta pertolongan (pinjaman) kepada Pusat Investasi Pemerintah (PIP) yang berada di bawah naungan kementerian keuangan. Tergelitik akan hal ini, saya ingin menyampaikan opini saya:

1. Tujuan PIP didirikan dapat di baca di web resminya, perannya sebagai katalis bagi pertumbuhan ekonomi. Sehubungan dengan katalis ini ada kaitannya jika terjadi kegagalan mekanisme pasar maka pemerintah melakukan campurtangan (intervensi). Peran ini sangat baik, karena memang harus ada tarik ulur antara mekanisme pasar dengan intervensi pemerintah. Namun investasi tetaplah investasi, ada unsur profit oriented di sana meskipun PIP di bawah kementerian keuangan toh tetap ada unsur bisnis di lembaga ini.

2. Lembaga ini memberikan pinjaman dan penyertaan modal kepada daerah untuk membangun hal-hal strategis (menurut penilaian lembaga ini). Tidak akan jadi masalah jika dana yang diberikan PIP kepada pemerintah daerah dalam bentuk penyertaan modal tapi butuh kajian jika diberikan dalam bentuk pinjaman. Yang namanya pinjaman tentu ada unsur bunganya (menguntungkan atau tidaknya sebuah proyek, bunga tetap jalan). Yang jadi pemikiran saya yang awam ini, ada sebuah lembaga, di dirikan dengan uang negara (kementerian) memberikan pinjaman kepada daerah untuk membangun hal strategis (contohkan saja jalan) harus dikenakan bunga. Notabene daerah juga dikasih uang jajan dari ibu yang sama. Padahal jika dikaji si anak yang bisa ngasih pinjaman karena dikasih jajan lebih buaaanyak tanpa tau mau dijajanin apa, sementara si anak yang minjam karena kebutuhan hidup dan ngurusi masyarakat (bukan administrasi saja) buaanyak tapi dikasih jajan sedikit (hahaha...ketawa miris saya). Dimana logikanya ini?


Kembali saya bertanya melalui tulisan ini? Desentralisasi macam apa ini?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline