Berjalan kaki menjadi salah satu kegiatan yang istimewa jika dilakukan oleh anak berusia 1-2 tahun. Berjalan menyatakan bahwa anak tersebut sudah mampu menopang tubuhnya tanpa diawasi atau dipegang oleh orang dewasa. Berjalan tidak bisa dilakukan dalam sekali latihan, terkadang harus jatuh bangun jatuh bangun dan jatuh lagi. Bahkan, tidak langsung dalam posisi tegak tubuh harus belajar merangngkak terlebih dahulu, duduk tanpa bersandar, dan mulai memegang benda-benda yang menopang tubuh agar mampi berdiri. Perlu diketahui, sebelum berjalan seorang anak harus mampu berdiri di atas kedua tumpuan kakinya.
Saat seorang anak berhasil melakukan jalan dalam beberapa langkah, ia mendapatkan apresiasi berupa tepuk tangan, panggilan anak pintar, atau diberikan ciuman atau pelukan oleh orang dewasa. Bisa jadi mereka adalah orang tua si anak, saudara si anak, atau orang-orang yang ada di dalam lingkaran kecil si anak. Berjalan kelihatan mudah untuk dilakukan. Hanya dengan menggerakkan kaki kanan di depan kaki kiri secara bergantian. Layaknya perlombaan yang menuju tujuan akhir tanpa menentukan pemenang si kanan atau si kiri. Dalam tujuan tertentu, kedua kaki berhasil mengantarkan keutuhan tubuh ke suatu tempat. Berjalan selalu identik dengan perpindahan, adanya langkah demi langkah yang mengantarkan pada petak yang baru.
Namun, ingat ngak saat mereka berhasil untuk berdiri dan berjalan mereka masih memiliki ekspektasi. Berjalan tidak cukup bagi anak 2-3 tahun. Mereka membutuhkan kekuatan kaki untuk melompat dan berlari. Mereka mencoba melepas satu kaki di atas lantai dan berusaha untuk mengangkat kedua kakinya secara bersama. Hal yang unik, mereka kali ini yang tertawa dan tidak berhenti untuk memastikan diri mampu melompat dan berlari. Setelah berhasil melakukan satu lompatan mereka akan melakukannya lagi sebagai validasi pada diri sendiri bahwa mereka mampu untuk itu.
Berbeda dengan orang dewasa yang sudah memiliki kepercayaan diri untuk berjalan dengan pandangan lurus ke depan. Orang dewasa tidak lagi tertarik untuk melompat, bahkan di beberapa situasi mereka sungkan untuk mengangkat kedua kakinya di udara. Orang dewasa mudah letih saat berlari. Mereka tidak seperti anak-anak yang ingin terus melakukan repetisi agar mereka sampai di titik lelah dan puas. Orang dewasa justru memilih lelah di dalam pikirannya hingga berhenti bukan karena sudah maksimal. Ada perbedaan, saat berlari misalnya jiwa muda memaksakan diri untuk berhenti sampai melangkahkan kaki di garis akhir. Bahkan, ada yang terus berlari meskipun sudah melewati garis terakhir. Namun, tidak ada kepercayaan diri dalam diri orang dewasa atau jiwa yang tua saat mengetahui lawannya adalah jiwa muda. Acap kali alasan demi alasan menjadi perdebatan yang berujung pada kenyataan. Kenyataan bahwa yang muda lebih kuat dari yang tua. Yang muda lebih banyak ingin tau dari yang tua. Yang muda lebih berapi-api daripada yang tua.
Kenyataan memang sulit untuk dihindari, kebanyakan orang menganggap sebagai sebuah kewajaran untuk menjadi berhenti di tengah. Namun, bagi saya ini bukan soal kekuatan fisik untuk menopang tubuh dengan tulang yang renta atau masih belia. Berjalan dapat dilakukan bersama-sama. Anak kecil, remaja, orang tua, dan lansia dapat terus berjalan. Mungkin pada akhirnya ada yang harus gugur diperjalanan. Ada yang telah melalui banyak putaran, ada yang mendahului ada pula yang meninggalkan. Semua orang punya batasnya masing-masing. Tidak jadi masalah saat langkah yang lain lebih jauh dari langkah kita, tidak jadi masalah saat banyak langkah mendahului dengan cepat. Namun, yang menjadi masalah saat kita berhenti karena memandang mereka sudah melangkah jauh. Selagi kaki itu masih memberikan kita harapan untuk terus berjalan, teruslah berjalan. Mungkin kita butuh jeda untuk istrahat sejenak selama perjalanan. Namun, jangan pernah memberikan pilihan untuk berhenti selamanya. Istrahat memang perlu untuk mengisi kembali energi atau membuang strategi, tetapi tidak memberi jeda untuk selamanya.
Berjalan adalah hal sederhana yang kita lakukan setiap saat, memilih untuk melangkah adalah keputusan kita. Tetapi berhenti karena orang lain sudah berada di titik terjauh dari pandangan kita tidak akan memberi nilai tambah untuk satu langkah saja dalam perjalanan kita. Kemenangan setiap peserta lomba bukan pada langkah orang lain tapi pada langkah kita. Kita yang memutuskan berhenti berjalan, kita juga yang menjadi pecundang buat perjalanan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H