Lihat ke Halaman Asli

Bebaskanlah

Diperbarui: 23 Juni 2021   07:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Jarak pagi dan petang terhimpit siang yang membebaskan terik menyentuh segala lini. Terik yang membakar semangat, mendayung sepeda ke toko. Terik mendorong gerobak es krim untuk dijajakan. Terik memanggang tubuh yang lelah mencari tempat kerja di ibukota. 

Sertifikat pelatihan dan seminar hanyalah lampiran yang menambah bobot berkas di dalam amplop coklat yang besar. Kelapa muda yang berjejer di pinggir jalan hanya mampu kuteguk dalam angan. Sisa uang hanya cukup naik angkutan umum. Pejuang amatiran yang mencari harga arti sebuah perjuangan. Ia ingin bebas memeluk dan melepas peluk pada kenyataan yang menghimpit nadi-nadinya.

***

Nadira setahun sudah magang di perusahaan ternama, menjadi pembicara di berbagai kegiatan, dan lulusan dengan predikat cumlaude. Sepanjang kuliah dipercaya menjadi asisten dosen, hidup sederhana, ramah, dan cerdas. Sesungguhnya itu hanyalah bagian dari impiannya. Yang tercapai adalah lulus dengan predikat cumlaude dan ikut berbagai organisasi yang hampir kandas kedekatannya di masa pandemi. Ia sangat menjujung tinggi kerja keras dan spiritualitas. 

Namanya sedari kecil berubah sesuai dengan kalangan yang memanggil. Saat hujan turun, Ibunya memanggil "Jati, Jati, angkat jemuran". Saat ayahnya pulang, "Ati, Ati tolong ambilkan handuk". Di bangku sekolah dasar guru-guru dan teman-temannya selalu menyebutnya "Kuala". Saat SMP dan SMA panggilannya Ala. Di bangku kuliah sebagian orang menyebutnya "Ira" bagi yang dekat dengannya selalu memanggil "Adira". Begitulah namanya berubah setiap jenjang kehidupannya.

***

Ibu yang bekerja keras siang dan malam, pagi hari mendekatkan diri dalam kumpulan tetangga yang mencari kutu. Katanya, anak-anak Kampung Selima ketularan kutu dari anak kampung sebelah. Pengobatan kutu biasanya tidak ampuh, sehingga di pagi hari anak-anak akan dicarikan kutu oleh ibunya. Ibu Surti mengaku sudah tiga bulan mengganti sampo tetap saja kutu menjadi penghuni rambut anaknya. 

Ibu Fatimah yang dua minggu kemarin memotong rambut anaknya, hingga anaknya teriak di jalanan saking malunya. Namun, kutu tetap berkembang biak. Ibu punya aku, tetapi setahun yang lalu sudah botak, alhasil kutu hilang ledekan membengkak. Kata teman-teman aku terkena penyakit kanker atau sejenisnya.

"Jati, pendaftaran itu sudah tutup ya?"

"Pendaftaran apa Bu?"

"Itu loh jadi calon mantu"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline