Lihat ke Halaman Asli

Helen Adelina

Passionate Learner

Keresahan atas Wacana Pemungutan PPN untuk Sekolah

Diperbarui: 15 Juni 2021   09:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi sekolah (Foto: KOMPAS.COM/GARRY LOTULUNG)

Wacana pemerintah untuk melakukan pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk sembako dan jasa pendidikan menuai penolakan dari berbagai pihak. Wacana ini tertuang dalam draf Rancangan Undang-Undang Revisi UU No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. 

Ini berarti sektor pendidikan formal maupun non-formal mulai dari PAUD, SD, SMP, SMA/SMK, perguruan tinggi hingga Bimbingan Belajar (Bimbel) yang sebelumnya tidak masuk dalam objek kena pajak, akan menjadi objek kena pajak. Beleid tersebut bahkan ditetapkan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021.

Hingga saat ini, memang belum ada informasi rinci terkait wacana tarif pajak untuk jasa pendidikan tersebut. Rencananya, rincian tarif pajak akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah jika rancangan UU ini disahkan. 

Staf Khusus Kemenkeu Bidang Komunikasi Strategis menyatakan bahwa pemungutan PPN untuk jasa pendidikan ini didasarkan pada asas keadilan.

PPN akan menargetkan sekolah mahal yang berorientasi profit dengan tarif normal sebesar 12%. Sedangkan untuk sekolah-sekolah negeri dan swasta yang bukan berorientasi profit akan dikenakan tarif sebesar 5%, yang nantinya akan ditanggung oleh pemerintah. 

Pihak sekolah yang dikenai pajak diberi kebebasan untuk menaikkan biaya sekolah dan selanjutnya mengikuti persaingan biaya sekolah yang sehat.

Menteri Keuangan Sri Mulyani sendiri menghimbau agar seluruh pihak sabar dan menahan diri untuk tidak berspekulasi liar. Beliau mengatakan belum tahu kapan wacana ini akan dilaksanakan karena akan didiskusikan terlebih dahulu dengan DPR.

Mengingat kondisi ekonomi yang mengalami perlambatan secara global, sulit untuk memprediksi kapan ekonomi akan pulih. Jadi wacana pemungutan PPN untuk sekolah ini dianggap tidak peka terhadap krisis yang sedang dialami saat ini.

Sangat wajar jika wacana pemungutan PPN untuk jasa pendidikan ini meresahkan masyarakat. Saat ini, sejak pandemi Covid-19, banyak orang tua yang di-PHK sehingga banyak peserta didik yang putus sekolah. 

Per Februari 2021, data BPS menunjukkan total 19,10 juta penduduk usia kerja yang terdampak pandemi Covid-19. Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) menyatakan bahwa banyak sekolah swasta yang berbiaya rendah sulit bertahan dan terancam tutup karena pemasukan dana SPP cukup berkurang sehingga mengganggu dana operasional sekolah.

Dilansir dari CNN Indonesia, UNICEF menemukan ada 938 anak yang putus sekolah di tahun 2020 akibat pandemi Covid-19. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2019, sudah ada 4,34 juta anak yang tidak sekolah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline