Pengertian Produksi dalam Islam
Produksi dalam bahasa arab (kata al-intaj) yang secara harfiyah dimaknai dengan ijadu sil'atin yang berarti mewujudkan dengan mengadakan sesuatu. Menurut Siddiqi Produksi yang Islami yaitu penyediaan barang dan jasa dengan memperhatikan nilai-nilai keadilan dan kebijakan serta manfaat (mashlahah) bagi masyarakat.
Dalam perspektif Islam, produksi yaitu suatu usaha untuk menghasilkan dan emnambah nilai guna dari suatu barang baik dari sisi fisik materialnya maupun dari sisi moralitasnya, sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup manusia sebagaimana digariskan dalam agama Islam, yaitu mencapai kesejahteraan dunia dan akhirat.
Dr.Abdurrahman Yusro Ahmad dalam bukunya Muqaddimah Fi'Ilm all-Iqtishad al-Islamic. Abdurrahman lebih jauh menjelaskan bahwa dalam melkaukan proses produksi yang dijadikan ukuran utamnya adalah nilai manfaat(utility) yang diambil dari hasil produksi tersebut. Produksi dalam bingkai nilai halal serta tidak membahayakan bagi diri seseorang ataupun sekelompok masyarakat. Dalam hal ini, Abdurrahman merefleksi pemikirannya dengan mengacu pada QSAlbaqarah:219 yang menjelaskan tentang pertanyaan dari manfaat memakai(memproduksi) khamr.
Kegiatan produksi dalam ilmu ekonomi diartikan sebagai kegiatan yang menciptakan manfaat (utility) baik di masa kini maupun di masa mendatang. Dengan pengertian tersebut dapat dipahami bahwa kegiatan produksi tidak terlepas dari keseharian manusia. Produksi, distribusi, dan konsumsi merupakan satu rangkai kegiatan ekonomi yang tidak bisa dipisahkan. Ketiganya saling memengaruhi, namun yang diakui atau tidak produksi merupakan titik pangkal dari kegiatan ini. Tanpa produksi maka kegiatan ekonomi akan berhenti, begitu pula sebaliknya.
Dari sisi pandang konvensional, biasanya produksi dilihat dari tiga hal, yaitu : apa yang diproduksi, bagaimana memproduksinya, dan untuk siapa barang/jasa yang diproduksi. Untuk menghasilkan barang dan jasa kegiatan, produksi melibatkan banyak faktor produksi. Beberapa implikasi mendasar bagi kegiatan produksi dan perekonomian secara keseluruhan, antara lain: Seluruh kegiatan produksi terikat pada tataran nilai moral dan teknikal yang Islami, kegiatan produksi harus memperhatikan aspek sosial-kemasyarakatan, permasalahan ekonomi muncul bukan saja karena kelangkaan tetapi lebih kompleks. Maka Hadits Jabir bin Abdullah RA ini merupakan larangan menelantarkan lahan, karena hal ini termasuk perbuatan yang tidak bermanfaat. Sebagaimana hadits-nya :
"Dari Jabir RA berkata, Rasulullah SAW bersabda: barangsiapa mempunyai sebidang tanah, maka hendaklah ia menamainya. Jika ia tidak bisa atau tidak mampu menanami, maka hendaklah diserahkan kepada orang lain (untuk ditanami) dan janganlah menyewakannya".(HR. Muslim)
Dari ungkapan Nabi SAW dalam hadits diatas yang menganjurkan bagi pemilik tanah hendaklah menanami lahannya atau menyuruh saudaranya (orang lain) untuk menanaminya. Ungkapan ini mengandung pengertian agar manusia jangan membiarkan lingkungan (lahan yang dimiliki) tidak membawa manfaat baginya dan bagi kehidupan secara umum.
Memanfaatkan lahan yang kita miliki dengan menanaminya dengan tumbuh-tumbuhan yang mendatangkan hasil yang berguna untuk kesejahteraan pemiliknya, maupun bagi kebutuhan konsumsi orang lain. Hal ini merupakan upaya menciptakan kesejahteraan hidup melalui kepedulian terhadap lingkungan.
Allah SWT telah mengisyaratkan dalam Al-Qur'an surat Al baqarah:69, supaya memanfaatkan segala yang Allah ciptakan di muka bumi ini. Dalam hadis Nabi berikut juga menganjurkan agar manusia untuk berangkat pagi bekerja untuk upaya menyejahterakan hidupnya. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi bahwa :
" Dari Abu Hurairah RA berkata, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: hendaklah seseorang di antara kalian berangkat pagi-pagi sekali mencari kayu bakar, lalu bersedekah dengannya dan sengaja diri (tidak minta-minta) dari manusia, yang itu lebih baik daripada meminta kepada manusia baik diberi ataupun tidak. Tangan di atas lebih baik daripada tangan dibawah. Mulailah (memberi) kepada orang yang menjadi tanggung jabwabmu".(HR. Muslim)