Oleh : Heintje Mandagie, Ketua Umum SPRI
Setelah melewati proses yang cukup panjang dan melelahkan, Dewan Pers Indonesia atau DPI akhirnya resmi disahkan melalui keputusan Kongres Pers Indonesia 2019. Kehadiran DPI telah membawa angin segar bagi insan pers tanah air yang berada di luar konstituen Dewan Pers.
Reaksi keras Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo atas kehadiran DPI sungguh di luar dugaan. Keberadaan DPI rupanya begitu diperhitungkan oleh Dewan Pers sehingga langsung membuat pernyataan pers yang kemudian diberitakan secara sepihak oleh jaringan media konstituen Dewan Pers tanpa ada perimbangan berita atau cover both side. Yosep mengancam akan melayangkan somasi terhadap DPI. Selain itu, ada upaya hukum lain yang akan diambil oleh pihak Dewan Pers.
Tanpa disadari reaksi keras Ketua Dewan Pers ini sebetulnya telah memberi penghargaan yang luar biasa atas hasil kerja yang dicapai ribuan wartawan dan pimpinan media yang berada di luar konstituen Dewan Pers. Betapa tidak, Yosep dengan beraninya membuat pernyataan yang mengagetkan semua pihak.
Pembentukan DPI dituding adalah upaya kejahatan berupa pengangkangan terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Sikap itu membuat publik jadi tahu betapa arogannya Dewan Pers dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Tadinya kita berpikir bahwa Dewan Pers tidak akan menggubris terbentuknya DPI karena selama ini kerap menggembar-gemborkan di berbagai media mainstream bahwa organisasi-organisasi pers yang berada di Sekber Pers Indonesia adalah bukan konstituen Dewan Pers. Seolah-olah pergerakan Sekber dan ribuan wartawan di daerah tidaklah penting bagi Dewan Pers. Dan ketika ditanggapi berlebihan justeru berdampak positif bagi DPI karena makin viral di mana-manna kelahiran DPI termasuk ke telinga elit politik. Yosep perlu mendapat jempol kali ini.
Bagaimanapun juga DPI hadir melalui proses panjang lewat tahapan Musyawarah Besar Pers Indonesia pada penghujung tahun 2018 lalu dan baru-baru ini sekitar 600 lebih peserta ikut hadir pada Kongres Pers Indonesia 2019 di Gedung Serba Guna Asrama Haji Pondok Gede Jakarta.
Ini fakta bukan hoax. Ribuan wartawan dan pimpinan media yang hadir di Mubes dan Kongres terlalu sering ditolak dan dihina dengan sebutan abal-abal oleh Dewan Pers sehingga mereka lebih memilih bergabung dan percaya kepada organisasi-organisasi pers yang berada di luar konstituen Dewan Pers.
Dewan Pers sendiri yang mengatakan ada 43.000 media yang belum diverifikasi dan ada ribuan wartawan yang belum disertifikasi merupakan media dan wartawan abal-abal.
Bahkan tidak jarang aduan masyarakat terhadap media-media dan wartawan di luar konstituen Dewan Pers menjadi korban kriminalisasi lewat selembar surat rekomendasi Dewan Pers kepada pengadu untuk diteruskan ke proses pidana umum bukan dengan UU Pers.
Fakta inilah yang memicu pergerakan massif wartawan dan pimpinan media dari berbagai daerah mempercayakan dan menggantungkan nasib mereka kepada organisasi-organisasi pers yang berada di luar konstituen Dewan Pers untuk memfasilitasi upaya memerangi kriminalisasi pers melalui wadah Sekretariat Bersama Pers Indonesia.