Lihat ke Halaman Asli

Heinrich Terra

COMMUNICATION

Nasi Tumpeng sebagai Praktik Sosial Kehidupan Masyarakat Adat Jawa

Diperbarui: 4 Juni 2022   22:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penyajian Nasi Tumbeng (Sumber: pergikuliner.com)

Kebudayaan yang pada dasarnya adalah sebuah sesuatu yang diturunkan secara turun-temurun pada setiap generasi penerusnya dapat menciptakan sebuah sesuatu yang dinamakan sebagai kebiasaan. Kebiasaan dapat muncul dan dapat dilakukan oleh seseorang dapat dilihat melalui cara seseorang menjalani hidupnya. Menurut Bourdieu (dalam Kholidi, 2018, h. 39) melalui pola pikir, sikap, dan perilaku pada seseorang dapat dilihat melalui habitus yang dijalankan. Habitus yang dapat disederhanakan sebagai kebiasaan ini dapat ditinjau melalui suatu budaya. Berbicara mengenai budaya tentunya juga tidak dapat dipisahkan dari asal-muasal budaya tersebut berkembang.

Kebudayaan dan tempatnya berkembang seakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Bagi Bourdieu sebagai pencetus posmo tempat ataupun ruang dapat disebut sebagai ranah. Selain itu, adapaun faktor yang terpenting dan tidak dapat dilupakan ketika membahas mengenai posmo yakni ialah masyarakat maupun individu, pelaku sosial maupun struktur sosial. Melalui interaksi yang dilakukan melalui adanya pelaku sosial dapat menciptakan adanya kelas sosial pada lapisan masyarakat.

Kelas sosial yang memegang peranan penting dalam kebudayaan dapat memengaruhi cara budaya dijalankan dan diterapkan oleh kelompok masyarakat tertentu. Kelas sosial pada masyarakat yang kian hari semakin terlihat dalam praktik kehidupan sosial dapat ditentukan melalui pekerjaan, pendidikan, penghasilan, jabatan, dan lain sebagainya. Di Indonesia saat ini pada praktiknya tidak menutup kemungkinan bahwa kelas sosial masyarakat dapat memengaruhi budaya. Dalam konteks budaya, negara Indonesia memiliki banyak keanekaragaman budaya yang diakui oleh banyak pihak.

Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, seakan tidak pernah habis jika ingin menyusuri kebudayaannya satu per satu. Dari kuliner, bahasa, pakaian, tarian, maupun cara bidup menciptakan sebuah keunikan pada setiap daerah di Indonesia. Pada kesempatan kali ini pembaca diajak untuk memahami posmo Bourdieu melalui makanan tradisional di Indonesia yakni Nasi Tumpeng.

Pemahaman posmo Bourdieu yang kali ini dicontohkan dengan nasi tumpeng dapat dibahas melalui aspek habitus atau kebiasaan. Habitus masyarakat Indonesia yang kerap menjadikan nasi tumpeng menjadi salah satu makanan yang kerap ada pada perayaan tertentu. Dalam adat Jawa, dilansir dari tempo.co (16/6/21) tumpeng merupakan singkatan dari yen metu kudu sing mempeng, dapat diartikan bahwa dalam hidup harus dijalani dengan sungguh. Habitus yang dibangun oleh masyarakat Indonesia secara khusus adat Jawa nasi tumpeng dihadirkan pada acara ulang tahun, syukuran, arisan, pengajian, dan lainnya. Nasi tumpeng yang selalu hadir pada momen bahagia memiliki filosofis bahwa kebahagiaan, toleransi, keikhlasan, serta nilai kebesaran kepada Tuhan yang Maha Esa. Pada aspek modal menurut posmo Bourdieu dapat dilihat secara tersirat. Modal dapat dilihat melalui siapa orang yang menyajikan nasi tumpeng serta kehadiran nasi tumpeng yang digunakan untuk suatu keperluan acara tertentu dari simbol-simbol pada lauk yang disajikan.

Dari segi ranah yang dibahas dalam posmo Bourdieu, terlatak pada nasi tumpeng tersebut. Nasi tumpeng pada biasanya kerap selalu dihadirkan pada kebudayaan adat Jawa seakan menunjukkan bahwa memang Nasi Tumpeng identik dengan kuliner adat Jawa. Melalui nasi tumpeng sebagai kuliner khas bagi adat Jawa dapat berpengaruh pada praktik sosial masyarakat. Hingga kini kurang rasanya bagi masyarakat yang berasal dari suku Jaw ajika mengadakan acara tidak menghadirkan nasi tumpeng.

Secara singakat posmo Bourdieu yang dianalogikan pada nasi tumpeng dapat dilihat dari kebiasaaan nenek moyang suku Jawa yang kerap menghadiran nasi tumpeng pada setiap perhelatan acara dalam momen kebahagiaan. Hingga kini nasi tumpeng yang selalu disajikan ketika acara-acara menyambut kebahagiaan selalu disajikan. Oleh karena itu hal yang membentuk suatu keadaan praktik sosial pada kalangan masyarakat khususnya masyarakat suku Jawa di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Kholidi, A. K. (2018). Harmoni Masyarakat Islam dan Hindu di Desa Linggar, Kabupaten Lombok Barat (Ditinjau dari Perspektif Pierre Bourdieu). Palita: Journal of Social Religion Research, 3(1), 35-54. Diakses pada 3 Juni 2022, dari https://ejournal.iainpalopo.ac.id/index.php/palita/article/view/192.

Tempo.co. (2021). Makna Nasi Tumpeng, Mulai dari Bentuk dan Penyajiannya. Diakses pada 4 Juni 2022, dari https://gaya.tempo.co/read/1484061/makna-nasi-tumpeng-mulai-dari-bentuk-dan-penyajiannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline