Lihat ke Halaman Asli

Hei Nays

Kids Youtuber!

Mewujudkan Mimpi dan Flexingnya Anak Gen Alpha

Diperbarui: 19 April 2023   01:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Pribadi

Jika orang dewasa flexing dengan pamerkan kesuksesan dan kekayaan. Rasanya flexing a la anak-anak post-balita zaman sekarang itu bisa di luar ekspektasi kita. Jangankan sama Gen Alpha, sama kawan-kawan kantor yang berstatus genzet pun saya bisa gagal paham dengan apa tujuan dan kemauan mereka.

Kami memang memberikan screen time tertentu buat Naya, agar ia beradaptasi dengan teknologi, bukan dengan memberikan smartphone, tapi kami batasi hanya menggunakan TV yang bisa saya awasi dari jauh sekalipun.

Di sela waktu luang sempit yang biasa kami berikan ke Naya untuk menonton tayangan YouTube anak. Terbersit keinginan dia untuk punya channel YouTube sama persis dengan channel yang dia tonton.

Cita-cita yang sering disebut anak kekinian di beberapa video viral. Cita-cita idaman anak saat ini bukan lagi menjadi dokter, ataupun pilot. Sekali lagi bukan, tapi impiannya adalah menjadi YouTubers

Satu hal yang kita sepakati, konten yang kita buat sebisa mungkin bukan ajakan untuk membeli mainan mahal. Berusaha mengajak untuk berwisata anak-anak versi low budget, atau edukasi anak yang membantu para orang tua dari segi finansial sekaligus trying to be a good parent.

Layaknya anak-anak, yang memang mereka tahu hanyalah kesenangan yang muncul di setiap hasil akhir video yang sudah tayang. Keceriaan permainan hingga tone warna yang adiktif untuk anak-anak.

Tapi yang mereka tidak tahu, ada pekerjaan yang jauh lebih kompleks sebelum video tersebut bisa tayang di channel Youtube tersebut.
Mulai dari perencanaan, riset konten, scriptwriting, editing dll yang tidak terlihat di permukaan. Tapi inilah justru adalah kerumitan yang jika tidak dikerjakan dengan baik, ya tidak akan jadi apa-apa.

Benar-benar seperti ungkapan orang-orang "Kalo Komen doang mah gampang". Iya kan? Komentar negatif dari penonton emang gampang banget keluar, enggak tahu seberapa pusingnya proses di baliknya.

Dahi yang mengenyrit, pikiran yang mengerucut. Karena saya tahu, betapa sulitnya mengerjakan semuanya sendiri. Saya harus memulainya sebagai produser, scriptwriter, cameraman hingga editor. Ditambah lagi saya harus menjadi distribution manager karena harus menyebarkan di channel distribusi lainnya seperti media sosial.

Kalo yuuu mau tahu, saya beberapa kali mendapatkan komentar dan revisi dari anak sendiri ketika proses produksi berjalan. Haha, iyah benar-benar revisi seperti layaknya saya bertemu dengan klien selama ini. Mana kalo revisinya ga sesuai, dia bisa minta revisi berkali-kali lagi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline