Lihat ke Halaman Asli

Siapa Suruh Datang Jakarta?

Diperbarui: 24 Juni 2015   07:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jakarta adalah kota metropolitan yang sarat kesempatan. Iya, di Jakarta ada begitu banyak pintu kesempatan. Entahkah untuk menjadi orang sukses, atau orang gagal. Setiap peluang tidak pernah ditentukan oleh tangan orang lain, tapi kita sendirilah yang menetukan seperti apa hidup kita ke depannya nanti. Masa depan kita pasti ada di tangan kita sendiri, dengan persetujuan dan izin Tuhan tentunya. Oleh sebab itu, tangan kita sendiri yang harus membuka pintu kesempatan itu dan mempertahankannya.

Saya baru menetap di Jakarta, kota serba ada ini, selama kurang lebih dua tahun. Waktu yang mungkin masih relatif singkat. Tapi di satu sisi, ini adalah waktu yang panjang bagi seorang pendatang baru seperti saya. Manado tentu sangatlah berbeda dibanding Jakarta. Apapun pasti berbeda. Gaya hidup, pergaulan, dan persaingan hidup sangatlah berbeda jauh. Jakarta adalah sebuah ‘kota impian’ bagi banyak orang. Akan tetapi Jakarta juga adalah ‘kota sengsara’ bagi segelintir orang. Tidak percaya? Lihatlah jurang pemisah yang begitu besar antara yang kaya dan miskin. Ada yang benar-benar miskin, tapi ada yang benar-benar kaya. Jakarta adalah gudangnya kekayaan, tapi juga gudangnya kemiskinan. Ini tidak bisa kita pungkiri. Jalanan pasti dipenuhi pengemis, pengamen, serta anak-anak putus sekolah.

Untuk hidup di perantauan seperti di Jakarta ini, maka kita harus punya banyak kiat, strategi, serta amunisi. Kawan saya pernah mengatakan bahwa Jakarta itu adalah kota yang kejam. Makanya juga jangan heran kalau ada pendapat yang mengatakan bahwa Ibu Kota Jakarta masih lebih kejam dibanding ibu tiri.

Saya punya pengalaman untuk sekedar dibagikan buat anak-anak daerah yang ingin merantau ke Jakarta.

Pertama, jalinlah relasi dengan sebanyak mungkin orang, tapi wapadailah segala macam bentuk penipuan. Kita memang harus membuka relasi dengan semakin banyak orang, ini berguna bagi kerja, bisnis, maupun pergaulan kita. Namun di sisi yang lain, karena Jakarta ini adalah kota yang menampung berbagai macam orang dengan latar belakang dan karakter yang beragam, maka adalah wajar untuk tetap serius mewaspadai tindak penipuan dalam bentuk apapun. Saya sudah pernah mendapat percobaan penipuan dari banyak orang. Untuk itu, waspadalah!

Kedua, carilah tempat tinggal yang dekat tempat kerja. Disamping untuk meminimalkan biaya transportasi, juga meminimalkan resiko kecopetan, penodongan, perampokan, dan berbagai tindak kejahatan lainnya yang kerap terjadi di Jakarta. Tingkat kejahatan dan kriminalitas di Jakarta memang masih sangat tinggi, dan sangat memprihatinkan. Beberapa kali saya pernah hendak dijambret ketika lagi berada di angkutan umum.

Ketiga, berusahalah untuk tidak kehilangan jati diri. Dari manapun kita berada, sudah seharusnya kebudayaan dan kebiasaan lokal dari mana kita berasal itu tetap kita pertahankan. Sekalipun godaan di Jakarta begitu besar dan sangat kuat, jangan sampai kita terjebak olehnya. Waspadalah! Magnet pergaulan di Jakarta sungguh luar biasa menarik, kalau seandainya kita tidak kuat, akan sangat mudah kita terjerumus ke hal-hal yang tidak baik.

Keempat, jadilah pribadi yang kuat dan tabah. Ketika kita sudah memutuskan untuk datang ke Jakarta, apapun konsekuensinya maka sudah sewajarnya kita hadapi. Bagaimanapun keras dan getirnya hidup di Jakarta, kita harus kuat dan tegar menghadapinya. Tanpa ketegaran, kesiapan, dan kebulatan tekad maka percuma saja datang ke Jakarta. Paling, dalam hitungan hari kita sudah beli tiket untuk pulang ke kampung halaman. Tidak tahan banting.

Akhirnya, percayalah bahwa Jakarta memang adalah kota yang kejam, tapi bukan tidak mungkin dapat kita tinggali, diami, dan taklukkan. Merantau itu adalah sebuah pilihan, dan ketika pilihan itu sudah kita ambil serta amini, jangan pernah mundur. Kita tidak akan maju-maju kalau selalu menoleh kebelakang dan terus menyesali keputusan yang sudah kita buat. Jangan sampai Jakarta membuat kita menangis, sambil sayup-sayup terdengar lagu “Sapa Suruh Datang Jakarta”. Sebetulnya, tanah perantauan itu dapat memberikan apa yang baik bagi kita. Merantau itu ternyata mengasyikkan dan membanggakan. HS.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline