Bahasa Seorang Orator.
[caption id="attachment_117459" align="alignright" width="300" caption="www.masterofceremony.com"][/caption]
Baru-baru ini saya menghadiri acara pernikahan teman saya. Kembali ada pengalaman menarik yang saya saksikan. Apa itu? Pengalaman bahwa ternyata pembawa acara atau Master of Ceremony (MC) turut memegang penting dalam acara apa pun. Sebab dialah yang akan memandu dan mengarahkan jalannya acara, apakah suasana acara akan menuju pada “kematian” atau “kehidupan”. Dialah yang menentukan mati hidupnya suatu acara. Pembawa acara, orator, orang yang berpidato atau pembicara seminar haruslah menguasai benar “dunia bahasa” supaya apa yang tersaji kemudian boleh dilahap dengan enak dan teratur serta dimengerti benar oleh hadirin pendengar.
Saya senang sekali mengamat-amati para pembawa acara memandu acara. Supaya saya boleh petik banyak pengetahuan, yang baik diambil yang jelek dibuang. Sebelum banyak kesibukan di Amerika saya juga sering menjadi pembawa entah untuk perkawinan, acara sosial keagamaan, ataupun acara politik. Modal dari belajar pada setiap kesempatan para pemandu acara kesohor adalah betul-betul pengalaman yang luar biasa. Saya seakan-akan mendapar free lesson.
Hal menarik sebagai pembelajaran yang saya perhatikan di acara perkawinan itu adalah:
Ketika membuka acara seremonial itu sang MC pun berkata “Mari kita sambut naiknya pasangan pengantin ke podium dengan menyanyi lagu Endless Love, ayat pertama oleh kaum ibu, ayat kedua oleh golongan ayah, dan ayat kunci oleh para hadirin.” Kedengarannya bagus tapi rancu. Ia kurang cermat berbahasa.
Ada beberapa kekeliruan yang saya catat. Pertama, ayat berarti bagian dari pasal. Harusnya: bait. Kedua, tidak semua orang dewasa berumah tangga dan menjadi ayah bunda. Harusnya: pria dan wanita atau laki-laki dan perempuan. Ketiga, kaum dan golongan, berarti orang yang sepaham, sepangkat, sebangsa, atau satu kerabat. Harusnya: kaum dan golongan diganti dengan para. Keempat, kunci adalah pembuka dan pengancing pintu atau jawaban soal ujian, jadi untuk bahasa oral mungkin “ayat kunci” kurang tepat. Harusnya: bait terakhir. Kelima, para hadirin merupakan pleonasme sebab kedua kata itu menunjukkan jamak. Harusnya: cukup dengan hadirin saja.
Ketika mempelai mulai memasuki ruangan, sang MC pun dengan berapi-api berkata, “Saya jemput hadirin untuk bangkit bangun berdiri dan memberikan applause yang semeriah-meriahnya!” Ada beberapa kekeliruan juga di sana. Pertama, jemput berarti mendatangi atau menyongsong. Sungguh repot jika sang MC mendatangi setiap kursi di ruangan itu. Kedua, bangkit berarti hidup kembali dari kubur. Ketiga, bangun berarti terjaga dari tidur atau siuman dari pingsan. Lebih cocok mungkin kalau seperti ini, “Hadirin dipersilahkan untuk berdiri…..”
Pada pertengahan acara MC mengucapkan kalimat yang terkesan memiliki dua predikat, padahal predikatnya cukup satu. “Mempelai pria menulis surat kepada mempelai wanita secara pribadi meskipun yang mana isinya berlaku juga kepada kita semua.” Harusnya lebih baik ia membuat simple ungkapannya menjadi: Meskipun mempelai pria menulis surat kepada mempelai wanita secara pribadi, namun isi surat ini berlaku juga untuk kita semua.
Tugas seorang MC, orator atau pembicara seminar apapun adalah menyampaikan pesan. Alat kerja mereka adalah bahasa. Pesan yang semula tidak runut dan teratur, yang masih berbentuk pola, simbol, kaitan, dan konsep diubah menjadi kata-kata yang jelas, sehingga hadirin pendengar dapat mengolah dan menafsirkan apa yang didengarnya dengan tepat. Dalam suatu kalimat pidato harusnya ada predikat. Juga pada setiap kalimat pastilah mempunyai gatra pangkal atau subyek yang berfungsi sebagai pangkal pembicaraan. Sebagus-bagusnya subyek itu, tidak akan terolah dengan jelas oleh pendengar jika tidak ditopang oleh gatra sebutan atau predikat yang berfungsi menghidupkan subyek itu.
Kelemahan bagian predikat dalam kalimat pada suatu pidato sering tampak dari cara penggunaan verba atau kata kerja. Padahal salah satu alasan pidato atau orasi kita menjadi hidup ada di sini. Penggunaan verba atau kata kerja yang tepat.
Coba kita lihat contoh kalimat-kalimat berikut ini “Orang itu lalu berjalan dan mengajak temannya untuk segera berdiri, tapi mereka malah duduk diam saja”, hanya dalam satu kalimat pendek terdapat tiga verba, yaitu berjalan, berdiri dan duduk. Verba pada kalimat itu menjadikan ia hidup dan lebih bernyawa.
[caption id="attachment_117460" align="aligncenter" width="350" caption="MC: www.OscarAwards"]
[/caption] Berdasarkan pengalaman itulah, maka MC, orator atau pembicara tersebut perlu memiliki kemampuan menyusun kalimat secara rapi, teratur, utuh, dan logis, sehingga ungkapan-ungkapan dan tuturannya jelas dan terang. Mereka perlu mampu menggunakan kata dari jenis kata yang benar, sehingga tidak mencampurkan nomina, pronominal, verba, adjektiva, adverbial, preposisi, dan konjungsi.
Memang kita tidak luput dari kekeliruan, tapi kita dapat belajar dan terus belajar ke arah yang lebih baik dalam berbahasa.
Coba perhatikan beberapa contoh anak kalimat berpreposisi di bawah ini dan ternyata semuanya keliru. “Ampuni saya akan kesalahan saya Tuan Hakim……kebebasan saya hanya berdasarkan dari keputusan Tuan Hakim…..bergantung atas kebijakan Tuan Hakim….agar tidak masuk dalam tuduhan yang lebih dalam……terhindar oleh ancaman hukuman…..saya akan taat sama pengadilan ini…..mematuhi akan keputusan berikutnya….saya rindu dengan kebebasan……dan tidak mau mengikuti jejak daripada koruptor yang lain….terhadap Tuan Hakim sayamemohon.”
Perbaikan: Ampuni kesalahan saya Tuan Hakim…..kebebasan saya hanya berdasarkan pada keputusan Tuan Hakim……bergantung kepada kebijakan Tuan Hakim…..agar tidak masuk ke dalam tuduhan yang lebih dalam……terhindar dari ancaman hukuman…..saya akan taat kepada pengadilan ini……mematuhi keputusan berikutnya….saya rindu akan kebebasan…..dan tidak mau mengikuti jejak koruptor yang lain…..kepada Tuan Hakim saya memohon.
Bisakah pelajaran dari mendengarkan MC memandu acara, Orator berpidato dan Pembicara seminar berkata-kata diterapkan dalam dunia tulis menulis? Mengapa tidak. Tentu saja boleh. (HS)
Heidy Sengkey.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H