Lihat ke Halaman Asli

Mengenang Kembali Chailan Sjamsoe (1905-1962)

Diperbarui: 24 Juni 2015   20:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada tanggal 23 Nopember 2012, adalah tepat 50 tahun wafatnya Ibu Rankajo Chailan Sjamsoe Datoe Toemenggoeng di Jakarta, ibukota Indonesia, negara di mana beliau menjadi warganya.

Untuk mengenang kembali seorang Rankajo Chailan Sjamsoe Datoe Toemenggoeng yang telah banyak berperan dalam berbagai bidang selama hidupnya, berikut terangkai artikel tentang beliau, sejauh data yang berhasil saya kumpulkan dari buku-buku, majalah-majalah maupun internet. Masukan dan saran sangat penulis harapkan.

Rankajo Chailan Sjamsoe lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, 6 April 1905. Beliau berasal dari suku Minangkabau yang mempunyai budaya matriarkal. Beliau mengenyam pendidikan di sekolah Belanda, yang berarti bahwa beliau adalah seorang yang berpendidikan lebih jika dibandingkan dengan kebanyakan wanita Indonesia pada masa itu. Beliau menikah dengan Landjoemin Datoe Toemenggoeng dari Agam (juga di Sumatera Barat), seorang pegawai negara untuk Persvoorlichtingsdienst (layanan informasi negara). Mereka tinggal dan bekerja di Batavia (sekarang Jakarta), di mana suaminya pada tahun 1935 sampai tahun 1939 menjadi anggota dari Volksraad (Dewan Rakyat) untuk Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumiputra (disingkat: PPBB).

Sejak masih sangat muda Chailan Sjamsoe sudah sangat aktif dalam membela hak-hak kaum perempuan di berbagai organisasi yang bertujuan demikian.

Setelah terbentuknya asosiasi Perkumpulan Pemberantasan Perdagangan Perempuan dan Anak-Anak (disingkat P4A) pada tahun 1931, beliau menjadi ketuanya selama beberapa tahun. Organisasi ini bertujuan untuk menghapus perdagangan perempuan dan anak-anak serta membangun rumah tumpangan, untuk tempat para perempuan yang diselamatkan dari perdagangan dan para anak-anak tinggal serta belajar keterampilan. Datoe Toemenggoeng membuat sebuah artikel tentang perdagangan perempuan dan artikel lain tentang perkawinan anak-anak untuk buku tahunan 1936 dari Indisch Europees Verbond, asosiasi untuk orang Indo-Eropa. Organisasi ini pada prinsipnya diperuntukkan bagi para anggota yang setidaknya berdarah separuh Eropa, dan tinggal di Hindia-Belanda, walaupun tetap bisa menerima mereka yang tidak memiliki darah Eropa. Dalam dua artikel tersebut Ibu Datoe Toemenggoeng menunjukkan mengapa menurut beliau terjadi perdangangan perempuan dan anak-anak, dan apa yang harus diubah dalam masyarakat untuk menghapuskan "penyakit kanker" tersebut.

Chailan Sjamsoe dalam kurun waktu sama aktif juga mendukung hak pilih untuk kaum perempuan. Pada tahun 1908 di Hindia-Belanda didirikan perkumpulan dari Vereeniging voor Vrouwenkiesrecht. Ketika pada tahun 1919 para kaum perempuan menerima hak pilih di Belanda, asosiasi tersebut berubah nama menjadi Vereeniging voor Vrouwenkiesrecht in Nederlands-Indië (Perkumpulan Hak Pilih Perempuan di Indonesia). Anggotanya terutama orang-orang Belanda, walaupun pada tahun 1920an ada beberapa perempuan Indonesia juga yang mau menjadi anggota. Pada tahun 1931 Rankajo Chailan Sjamsoe Datoe Toemenggoeng mendaftar menjadi anggota asosiasi tersebut dan beliau merupakan satu dari dua orang Indonesia (yang lainnya bernama R.A. Roekmini Santoso) yang tak lama kemudian menjadi dewan utama dalam asosiasi tersebut. Beliau sangat aktif di dalamnya. Sebagai contoh tahun 1932 VVV ingin menawarkan mendirikan cabang yang lain untuk perempuan-perempuan Indonesia, dengan perwakilan di dewan pusat. Ibu Datoe Toemenggoeng menentang ide tersebut serta berhasil meyakinkan dewan pusat agar membatalkan rencana tersebut. Demikian pula pada tahun 1934 asosiasi tidak ingin menghiraukan permintaannya untuk mencalonkan baik perempuan Indonesia maupun Eropa pada Dewan Rakyat. Pada saat itu asosiasi hanya mengangkat orang Eropa saja. Datoe Toemenggoeng tidak hadir pada saat saat orang-orang mengusulkan hal itu, namun pada pertemuan berikutnya (yang kebetulan adalah pertemuan tahunan), dia datang bersama teman-temannya dan berhasil membatalkan usulan tersebut.

Pada tahun 1935, bagaimanapun, hanya satu wanita - seorang Belanda - yang dinominasikan dalam Dewan Rakyat, yaitu C.H. Razoux Schultz-Metzer. Setelah itu, beberapa asosiasi untuk perempuan dan juga surat kabar di Indonesia mulai mempertimbangkan nama-nama perempuan Indonesia yang cocok untuk dinominasikan di masa depan. Pada tanggal 24 Juli 1938, dalam kongres nasional ketiga dari organisasi perempuan Indonesia di Bandung, setelah pidato Datoe Toemenggoeng tentang hak pilih perempuan, untuk pertama kalinya konvensi secara bijaksana menghimbau agar semua anggota organinsasi 'terus sebisa mungkin mengusahakan dan mendidik mengenai hak pilih'.

Chailan Sjamsoe adalah hubungan penting antara VVV dan gerakan yang lebih luas dari perempuan Indonesia, yang menjadi lebih kuat di tahun 1930an. Sejak 1932 hingga 1939 ia menjadi editor dari majalah Pedoman Isteri yang ia dirikan. Kemudian majalah itu menjadi organ untuk Persatuan Isteri Pegawai/Priyayi Bestuur (singkat: PIPB) yang didirikan pada tahun 1936. Di dalamnya sering muncul artikel tentang perempuan dan politik, tapi juga ada jawaban atas surat dari pembaca yang menulis kepada majalah untuk meminta nasihat. Keseriusannya dalam menjalankan misinya mendidik kaum perempuan terlihat juga karena selama liburannya di Sumatera, di berbagai kota dia mengadakan pertemuan dengan para pembaca Pedoman Isteri untuk memberikan pelajaran dalam membuat kue, setrika dan mencuci. Pertemuan-pertemuan ini memperoleh banyak keberhasilan.

Pada tahun 1938, sebagai presiden Persatuan Isteri Pegawai/Priyayi Bestuur, ia diusulkan oleh asosiasi tersebut kepada pemerintah untuk dicalonkan masuk Dewan Rakyat, namun tak berhasil. Juga tidak ada wanita Indonesia lain yang bisa masuk Volksraad. Ia juga mencalonkan diri atas nama partai Pergerakan Penjadar untuk pemilihan di kota Batavia, tapi juga tak berhasil. Perempuan Indonesia sudah punya hak pilih pasif, yaitu hak untuk dipilih dalam dewan kota, tapi tidak dalam dewan lainnya, dan terus tanpa 'hak pilih aktif', yaitu hak untuk memilih dirinya.

Pada bulan Juni tahun yang sama ia menghadiri Kongres Bahasa Indonesia pertama di Solo. Kongres ini adalah untuk mengenang Sumpah Pemuda tahun 1928. Pada bulan Desember 1938 ia mendirikan cabang wanita dari Persatoean Minangkabau Djakarta (yang dinamai Persatoean Kaum Ibu Minangkabau), di mana ia menjadi pemimpinnya.

Setelah masa perang, Chailan Sjamsoe tetap aktif. Ia menulis beberapa buku tentang perempuan dan bagi perempuan, yang kebanyakan tentang pekerjaan dan manajemen rumah tangga, walaupun tidak hanya itu. Sebagai contoh, ia juga menulis buku '30 Tahun Pergerakan Menentang Poligami' (tahun 1958). Ia juga dikenal karena beberapa kali mengorganisasi bursa dagang bagi perempuan di Jakarta. Pada tahun 1950 ia mempelajari Bahasa Esperanto (bahasa artifisial) dan sejak tahun 1951 ia berpartisipasi dalam beberapa Universala Kongreso (Kongres Esperanto Universal, yang diadakan di negara berbeda setiap tahun) serta berpidato, di antaranya di Internacia Somera Universitato (Oslo) dan juga Montevideo, di mana ia mengunjungi Universala Ekspozicio (eksibisi raya tentang Esperanto di Argentina).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline