Pilkada sudah terlampaui. Beberapa daerah sudah bisa tahu hasilnya melalui hitung cepat, namun beberapa daerah harus menunggu rel count yang akan diumumkan oleh KPU dalam beberapa minggu ke depan.
Secara umum, Pilkada kali ini berlangsung dengan aman dan damai, meski KPU memutuskan Pilkada ulang di beberapa daerah. Di beberapa daerah juga dinilai tingkat partisipasi pemilih sangat rendah, kurang dari 50 %. Tapi itu tidak mencederai Pilkada itu sendiri.
Sebelumnya, pihak kandidat telah menyampaikan visi misinya dengan berbagai cara. Ada yang melalui platform media sosial, ada yang melalui tatap muka langsung ada yang melalui media massa. Semuanya sudah dipahami oleh para konstituennya.
Yang layak disyukuri juga adalah tidak ada reaksi yang berlebihan oleh para konstituen dengan konstituien lainnya pada seluruh wilayah yang melakukan pilkada. Perbedaan pilihan dan perbedaan pendapat tetang sesuatu dalam konteks Pilkada adalah sesuatu yang wajar dan sehat pada proses demokrasi.
Setiap konstituen memiliki prespektif dan pandangan masing-masing terhadap calon kepala daerah yang telah mereka pilih. Tidak mungkin semua orang dipaksa atau setuju pada satu pilihan yang sama, karena perbedaan pandangan merupakan bagian dari keberagaman. Bahkan dalam satu keluargapun ada kemungkinan memilih pasangan yang berbeda.
Baik sebelum pemilihan maupun setelah pemilihan (pilkada), sudah semestinya kita bersikap sopan dan saling menghormati. Jika dalam debat pilkada, sebelum debat kita mendengar masing masing calon mengurai program-programnya , artinya kita berusaha untuk menghargai sudut pandang orang lain tanpa melakukan serangan pribadi. Perbedaan pandangan yang dikemukakan, saling menghargai pendapat itu dan kemudian didiskusikan bersama hakekatnya adalah demokrasi sedang berjalan.
Jika salah satu pasangan sudah diketahui kalah dalam kontestasi politik daerah, maka hendaknya bersikap sportif dan mengakui kekalahannya. Belajar dari Pilpres 2019, para pendukung pihak yang kalah, selama berbulan-bulan sesudahnya masih saja mengutarakan narasi-narasi yang tidak elok. Masih saja ada cebong kampret setelah Pilpres itu sudah usai.
Sebaliknya saat Pilkada 2024, suasana damai terasa meski beberapa tokoh partai dan para akademisi masih "berisik" di beberapa platform media sosial. Kenapa saya pilih istilah damai? Karena rekonsiliasi politik presiden pada 2024 berlangsung dengan baik. Presiden lama dan presiden baru saling mendorong dan menguatkan sampai terbentuknya kabinet baru.
Karena itu, Pilkada kali ini hendaknya juga berkaca pada rekonsiliasi politik Pipres 2024. Semua berjalan dengan damai dan membuang segala hal buruk demi Indoensia damai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H