Sekitar dua tahun lalu, Presiden Indonesia (waktu itu) Joko Widodo menyerukan kepada lembaga negara TNI dan Kepolisian, agar para istri mereka tidak mengundang para penceramah yang disinyalir radikal. Undangan yang sering dilakukan oleh para istri tentara dan polisi waktu itu dengan dalih bahwa itu adalah hak dan bagian dari demorasi warga negara.
Petikan pidato Joko Widodo waktu itu sbb : "Ibu-ibu kita juga sama, kedisiplinannya juga harus sama. Enggak bisa, menurut saya, enggak bisa ibu-ibu (istri personel TNI-Polri) itu memanggil, ngumpulin ibu-ibu yang lain memanggil penceramah semaunya atas nama demokrasi," kata Jokowi. Pidatao yang bernuansa teguran itu dilakukan saat memberikan pengarahan dalam Rapim TNI Polri di Markas Besar TNI Cilangkap Jakarta.
Presiden mengatakan bahwa dua komponen resmi bidang keamanan bangsa itu harus berbenah salahsatunya terkait dengan arah kedisiplinan personal di lingkup mereka. Pimpinan TNI dan Polri menerima hal itu sebagai sebuah teguran dan secara internal akan dilakukan evaluasi.
Kegiatan agama salah satunya adalah dakwah memang kegiatan yang sering dilakukan oleh masyarakat. Namun seperti yang dikemumakan oleh mantan presiden RI waktu itu, masyarakat kurang jeli dalam memmilih pembicara agama (penceramah) karena seringkali penceramah yang diundang punya pandangan yang berseberangan dengan filosofi negara yaitu Pancasila.
Bahkan kelalaian ini sering dilakukan oleh para penyelenggara negara, semisal istri-istri TNI Polri tersebut. Bahkan beberapa penelitian memperlihatkan bahwa banyak masjid di lingkup BUMN yang kerap mengundang penceramah yang cenderung radikal.
Bahkan beberapa waktu lalu dan juga beberapa tahun lalu, sebuah media massa berplat merah juga menyiarkan acara dengan penceramah seorang yang kerap membenturkan kearifan lokal dengan agama. Penceramah ini punya banyak pengikut dan dakwah online sering dilihat dan diikuti oleh banyak orang.
Media massa berplat merah ini pada tahun 2013 juga pernah menampilkan kampanye sebuah ormas yang kini sudah dibubarkan pemerintah yaitu HTI. HTI secara terang-terangan tidak sependepat dengan pancasila dan ingin mengganti filosofi negara dengan syariat Islam.
Dari hal-hal di atas, kita bisa paham bahwa tantangan soal merawat filosofi negara Pancasila dan sadar bahwa kita ada dalam negara yang penuh keberagaman sangat berat. Ada instrumen-intrumen negara yang secara sadar atau tidak mempergunakan kewenangannya untuk bersikap menyetujui atau permisif terhadap hal yang bertentangan dengan filosofi negara , dan ini banyak yang melalui dakwah.
Karena itu, mungkin kita harus selalu waspada dan harus selalu menjaga relevansi dakwah yang dilakukan tokoh-tokoh agama dengan filosofi negara kita, Pancasila. Dengan begitu kita bisa tetap menjaga keutuhan negara yang penuh dengan keberagaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H