Lihat ke Halaman Asli

Didi Jagadita

pegawai swasta

Meletakkan Kembali Pancasila di Ruang Sentral Berbangsa Kita

Diperbarui: 4 Oktober 2024   18:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bangsa Nusantara telah hampir 80 tahun mengikat diri sebagai satu bangsa disebut Indonesia. Para pendiri bangsa dan semua komponen pendukung bukan berasal sari satu golongan saja namun banyak golongan dan etnis, bahkan dari bermacam keyakinan.

Banyak etnis China yang membantu Soekarno maupun Hatta yang memberi mereka rumah untuk berteduh atyau semangat kepada mereka ketika akan merumuskan kemerdekaan Indonesia. Mereka saling bekerja sama dan tidak menghiraukan perbedaan  itu dan saling bahu membahu meraih kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan itu. Kita bisa melihat hal itu pada saat pertempuran Surabaya, dimana banyak orang terlibat dan akhirnya tewas demi mempertahankan kemerdekaan.

Perasaan satu ini semakian mengusat saat proklamasi sampai sekitar tahun 1980-an. Mungkin yang sudah remaja atau dewasa pada zaman itu masih bisa melihat kerukunan antar umat beragama, saling mendatangi ketika Natal atau Lebaran sampai saat Galungan. Mereka tidak takut bersalaman dan mengucapkan selamat hari raya kepada mereka yang berbeda dengan nya.  Toleransi dan budaya yang menjadi perekat sejak zaman Wali Songo mencapai puncak setelah kemerdekaan.

Pancasila yang ditemukan oleh Soekarna menjadi penguat dan perekat persatuan bangsa yang ditakdirkan beragam ini. Dikagumi oleh banyak negara karena kita mampu mengelola keberagaman ini dengan baik, karena memang tidak mudah mengelolanya dengan baik.  Dalam beberapa kejadian, bisa disaksikan bahwa pengaruh Pancasila dalam kehidupan berbangsa kita memang menunjukkan pengaruh dan kekuatannya.

Namun setelah era itu ada sesuatu hal yang masuk ke pelataran keberagaman.  Hal atau sesuatu itu menyusup ke kehidupan berbangsa kita. Toleransi yang dulu amat gempita, dalam tiga dekade ini mulai aus dan terkikis. Perilaku toleransi sedikit demi sedikit bergeser menjadi intoleransi

Perilaku intoleransi, baik yang dilakukan oleh kelompok mayoritas maupun minoritas merupakan gejala amnesia Pancasila. Amnesia seperti kita tahu merupakan penyakit hilang ingatan dimana manusia tidak lagi mampu mengingat peristiwa atau informasi yang terjadi di masa lalu. Amnesia biasanya terjadi karena adanya sebab tertentu, seperti benturan pada kepala, penyakit kronis, dan sebagainya.

Ada beberapa pihak yang sengaja menghembuskan anti Pancasila bahkan ingin mengganti dasar negara itu. Hembusan itu dimplifikasikan (disebarkan dan dibuah heboh ) melalui media sosial, sehingga banyak orang terpengaruh.

Sudah saatnya kini kita meletakkan kembali Pancasila ke dalam ruang tengah rumah kebangsaan kita. Ruang tengah adalah ruangan penting dan sentral dalam berbangsa dan bernegara. Di situ kita perlu merekontekstualisasi kesaktian Pancasila.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline