Ketegangan pemilihan presiden memang sudah lama berlalu. Meski sudah lama dan sudah ditetapkan KPU, namun seringkali kritik yang berasal dari pihak-pihak yang dasarnya membensi pihak lain, kadang masih terdengar.
Yang paling teranyar adalah Pemilihan Kepala Daerah yang meliputi sekitar 37 provinsi dan sekitar 500 san kabupaten / kota. Yang menjadi magnet warga Indonesia adalah Pilkada adalah daerah-daerah yang berpenduduk banyak antara lain Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah sampai Jawa Timur.
Pilkada di daerah yang saya sebutkan di atas, seperti menyajikan drama demi drama. Dimana paslon kadang berganti atau disiyukan berganti partai. Ada partai yang sudah menjaukan nama namun kemudian beralih haluan dan lain sebagainya. Itu tak lain karena imbas dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang berdekatan dengan masa pendaftaran di KPUD dan memiliki dampak karena berubahan ambang batas.
MK yang mengubah ambang batas itu kemudian di follow up oleh DPR dengan membuat RUU Pilkada yang dikebut dalam semalam dan mengubah dua pasal terkait ambang batas. RUU itu kemudian diprotes oleh mahasiswa dan komponen masyarakat yang tidak setuju atas tindakan DPR itu. Sebenarnya sikap dan tindakan DPR itu memang pada tempatnya karena sebenarnya yang bertugas mengubah UU adalah DPR dan pemerintah dan bukan MK. Namun gelombang penolakan begitu massif, sehingga DPR membatalkan niatnya.
Situasi seperti ini di beberapa narasi media sosial dikatakan sebagai kondisi negara yang tidak stabil. Kemudian mereka menyodorkan alternatif bahwa jika negara berdasarkan syariat Islam, kekacauan itu tidak akan terjadi, kata mereka. Padahal apa yang terjadi, meski banyak sekali drama, namun itu dinamika yang wajar bagi sebuah bangsa yang berdasarkan prinsip demokrasi dan punya dasar negara Pancasila.
Hal yang harus kita waspadai adalah kelompok radikal memang punya strategi yang licik untuk menggambarkan situasi negara kita. Mereka tak henti berhasrat utnuk menguasai Negara Kesatuan Republik Indoensia (NKRI). Sehingga Demonstrasi yang merupakan hal wajar bagi demokrasi digambarkan sebagai situasi buruk oleh mereka.
Mari kita kawal bersama, agar demokrasi kita tetap berjalan dan tak ada lagi yang menyebarkan fitnah buruk bagi negara kita ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H