Beberapa penelitian menegaskan bahwa seringkali Lembaga pendidikan umum menumbuhkan beberapa faham yang dangkal dan menyesatkan. Faham itu kemudian tumbuh subur dalam benak mereka dan dalam beberapa tahun atau beberapa belas tahun kemudian muncul tindakan radikal bahkan terorisme.
Kita bisa melihat fenomena ini pada pelaku bom Surabaya dimana para pelaku mengenal faham radikal pada masa mahasiswa khususnya saat mereka mengikuti kegiatan ektra kurikuler dan berusia muda. Mereka cenderung menangkap ajarana gama secara sepotong dan dengan penafsiran yang dangkal.
Ayat ini misalnya : (QS. al Maidah [5]: 44, 45, 47) yang berbunyi Siapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah, mereka itulah orang-orang kafir...mereka itulah orang-orang dhalim...mereka itulah orang-orang fasik". Bagi mereka yang baru belajar agama atau punya prespektif keagamaan yang dangkal, otomatis akan terhentak dan ternganga begitu membacanya. Orang yang baru belajar agama cenderung memahami agama secara leterlek atau kasat mata.
Begitu juga dengan pernyataan Indonesia adalah negara thagut karena tidak menerapkan hukum Allah (syariat Islam). Begitu juga UU, falsafah negara dll adalah ciptaan manusia dan bukan sabda Nabi maupun kehendak Allah. Ini tentu merujuk pada " tidak ada hukum selain ukum Allah". Karena itu menurut mereka, apa dilakukan pemerintah dan warga Indonesia salah dan perlu diluruskan.
Atas dasar itu juga, mereka begitu memusuhi polisi yang merupakan representasi negara di Indonesia. Mereka dengan tegas berpendapat bahwa sistem demokrasi Indonesia harus diganti dengan system khilafah.
Namun ini berbeda halnya dengan orang yang sangat paham agama atau berbasis keilmuan dari pesantren. Seperti ilmu padi, makin tinggi ilmunya, dia akan merunduk. Orang yang sangat paham dengan agama tidak otomatis bereaksi membaca ayat dan premis tersebut di atas. Sebaliknya, mereka akan melihat konteks ayat itu dan kemudian menarik kesimpulan sesuai dengan konteksnya.
Karena itu ada baiknya kita memperkaya pengetahuan kita dengan pemahaman agama secara mumpuni. Dengan begitu kita tidak memahami sesuatu secara sempit dan terjebak pada faham yang dangkal, menyesatkan dan salah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H