Lihat ke Halaman Asli

Didi Jagadita

pegawai swasta

Membumikan Toleransi dan Pluralisme

Diperbarui: 12 Juli 2019   21:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

republikaonine

Sekitar duapuluh tahun ke atas, situasi negara kita masih dominan dengan relasi harmonis antar orang dan kelompok masyarakat yang berbeda. Mereka saling menghargai dan menghormati satu sama lain meskipun mereka membawa banyak perbedaan mulai dari suku bangsa, agama (keyakinan) sampai pada bahasa yang berbeda. Karena kita tahu bersama Indonesia adalah negara dengan perbedaan yang sangat banyak.

Saat itu, seseorang tak keberatan jika harus mengucapkan selamat merayakan hari raya sesuai dengan agama yang dianutnya. A kepada B, atau B kepada C atau A kepada C. Begitu juga dengan perbedaan keyakinan pada keluarga . Itu dianggap tak jadi msalah karena hakekatnya perbedaan adalah satu keniscayaan di negara seperti Indonesia.

Kini keadaan itu jarang terjadi. Orang makin tidak peduli dengan orang lain bukan karena individualis tetapi karena dirinya merasa berbeda dengan yang lain. Seseorang merasa berbeda ini karena dia meras apa yang menjadi keyakinan / agama yang dianut dinilai paling benar dibanding keyakinan orng lain. Bukan saja keyakinan tetapi nilai-nilai lainnya, semisal keyakinan soal adat atau kebiasaan seseorng atau sekelompok orang bisa dianggap lebih benar dibanding yang lain.

Ini didukung dengan perkembangan demokrasi yang jauh lebih baik dari masa lalu. Saat orde baru banyak hal yang harus ditahan untuk tidak dilakukan seperti mengkritik pihak lain semisal pemerintah. Jika itu dilanggar maka sebagian orang yang pernah melakukannya di masa lalu telah menerima akibatnya yaitu ditahan atau beberpa haknya dikurangi bahkan dicabut. Tentu kita masih ingat pembredeilan majalah Tempo, dan Detak yang pada era 90-an dicabut hak edarnya.

Kini situasi membaik jauh melampaui apa yang bisa dibayangkan orang. Orang bisa dengan bebas bersuara mengkritik pihak lain bahkan pemerintah yang sedang berkuasa. Yang dilontarkn bukan saja kritik tetapi juga hujatan dan caci maki. Dan dengan kondisi kebebasan berpendapat seperti itu seseorang bisa saja berujar sesuatu yang kurang sopan atau kurang pantas.

Karena itu mungkin kita harus menelaah kembali perjalanan demokrasi kita. Membumikan makna demokrasi. Apakah masih dalam koridor kebangsaan yang benar? Kebangsaan kita dibangun atas dasar pluraisme dimana orang harusnya menghargai sesuatu yang berbeda dengan yang dianutnya. Pancasila juga menegaskan bagaimana seseorang harus selalu harmoni dengan pihak lain dan kelompok lain.

Para pihak yang menguasai media masa dan media online harusnya juga memberitakan hal-hal yang menyangkut persatuan, pluralism, toleransi dan lain sebagainya. Sehingga kita bisa selalu berbanggsa sebagai bangsa Indonesia yang mempu bersatu meskipun banyak perbedaan yang ada dalam warga masyarakatnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline