KARAWANG - Waktu menunjukkan jam 08.00 pagi, Selasa (02/12). Bersama dua rekan wartawan Antara dan Sentana, saya berangkat dari Karawang menuju Pengadilan Negeri (PN) Tipikor di jalan RE. Martadinata, Bandung.
Kurang lebih jam 10.15 di dalam gedung PN Tipikor Bandung, bangku di ruang sidang masih kosong, sidang baru akan dimulai. Nampak Bupati Karawang dan istrinya, Bunda Nurlatifah, dikawal aparat keamanan memasuki ruang sidang.
Ditengah kerumunan massa, masih sempat saya bertatap muka dan bersalaman dengan pasutri legendaris itu. Genggamannya begitu keras, hangat, seolah memohon dukungan moril, dia hanya mengatakan, “Alhamdulillah, baik-baik saja,” singkatnya.
Kemudian pasutri itu duduk di kursi pesakitan dihadapan Hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dalam sidang perdana yang dipimpin oleh Hakim Ketua Nawawi Pamolango itu berisi pembacaan dakwaan dari JPU terhadap kasus yang menjerat kedua pasangan tersebut.
Dua Kasus Sekaligus
Ade Swara dan istrinya terlibat dalam kasus dugaan pemerasan kepada PT Tatar Kertabumi terkait pengurusan izin dan juga pencucian uang. Dalam dakwaan disebutkan Ade Swara sebagai Bupati Karawang bersama istrinya. Pada periode waktu antara tanggal 05 April 2013 sampai dengan tanggal 17 Juli 2014 menyalahgunakan kekuasaannya dalam memberi persetujuan permohonan Surat Persetujuan Pemanfaatan Ruang (SPPR) yang diajukan PT Tatar Kertabumi.
Ade Swara dengan sengaja telah mempersulit proses penerbitan SPPR atas nama PT Tatar Kertabumi yang bertentangan dengan Pasal 5 angka 4 dan 6 UU RI No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Selain itu, perkembangan kasus keduanya juga menjerat Ade Swara dan istrinya dalam dugaan kasus pencucian uang. Ade dan istrinya dalam rentang waktu Desember 2011 sampai Juli 2014 membelanjakan uang sebesar Rp 27 miliar lebih untuk membeli tanah dan bangunanm, serta membiayai kegiatan lainnya yang diketahui uang tersebut merupakan hasil tindak pidana sebagaimana tertera dalam Pasal 2 ayat 1.
"Terdakwa melakukan pembelanjaan atau pembayaran atas pembelian tanah dan bangunan dan lainnya sebagai hasil tindak pidana korupsi dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan melalui orang lain dan diatas namakan pihak lain," ujar anggota JPU dalam dakwaannya.
Dari jumlah besaran pencucian uang itu, Ade Swara dan istrinya menghimpun uang yang seluruhnya sebesar Rp17 miliar dan diduga sebagai hasil tindak pidana korupsi terkait pelaksanaan tugas dan wewenangnya ketika menjabat sebagai Bupati Karawang.
Perbuatan para terdakwa itu merupakan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. “Ancaman hukumannya minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun penjara,” tutur JPU dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ada Demo di luar Gedung PN Tipikor
Tidak ada peristiwa yang kebetulan di dunia ini, apalagi dalam sebuah peristiwa hukum dan politik kekuasaan Bupati Karawang. Kabupaten yang menggemparkan. Negeri lumbung padi yang tadinya agraris tradisional kini berkembang cepat menjadi zona industri modern. Konon harga tanah di Karawang melambung tinggi dan lebih mahal dari harga tanah industri di Beijing Tiongkok. Dan jangan lupa Kabupaten Karawang APBD-nya tembus angka Rp 3,2 triliun/tahun. Syurga bagi para kleptomania birokrat.
Ditengah sidang berlangsung, di luar gedung PN Tipikor itu secara “kebetulan” ada aksi unjuk rasa Anti Korupsi digelar marak. Yandi Safrudin Ketua Aliansi Rakyat Bandung Anti Korupsi (ARBAK) mengaku ada 200 orang yang menggelar aksi unjuk rasa, mereka terdiri dari elemen mahasiswa, para pemuda, tokoh masyarakat dan penggiat seni di Bandung. Mereka berjejer di sepanjang jalan RE Martadinata depan gedung PN Tipikor trsebut. "Kami meminta para koruptor dihukum seberat-beratnya. Kami berharap agar jangan ada lagi koruptor di Indonesia," ujar Yandi berseamangat.
Tidak Ada Pejabat Karawang Yang Nongol
Sementara itu SMS di HP saya dari rekan-rekan wartawan media lokal di Karawang menginformasikan bahwa para pejabat Pemkab Karawang tidak berada di kantornya, “para pejabat Karawang pada pergi ke Bandung semua,” tulis SMS di HP tersebut. “tolong di Chek n Richek”.
Tengok sana-sini mencari tahu, telah diperiksa setiap sudut ruangan di kantor pengadilan, tak ada satupun pejabat Karawang yang menampakan batang hidungnya. Sumber saya seorang Kabag di Pemkab Karawang menginformasikan lewat SMS bahwa para pejabat Karawang sedang sibuk ke Porpemda, “para pejabat lagi ke Porpemda,” tulis SMS tersebut.
Ketua LSM Lodaya Karawang, Nace Permana mengatakan, tidak akan ada pejabat Karawang yang nongol di pengadilan Tipikor Bandung. Bahkan seharusnya bagian hukum Pemkab Karawang ikut mendampingi bupati, tapi tidak ada, mereka semua takut datang. “Ini adalah bukti nyata, Bupati Ade Swara tidak mempunyai loyalitas bawahan, tidak punya dukungan dari para pejabat Pemkab Karawang itu sendiri. Karena sewaktu Ade Swara menjabat sebagai Bupati. Rekrutmen birokrasinya juga sudah salah. Para bawahannya diangkat menjadi pejabat bukan atas dasar rekrutmen loyalitas, melainkan dinilai dari besaran setoran uangnya, jual-beli jabatan alias Wanipiro,” jelas Nace.
Menurut Pontas, selaku ajudan Bupati Karawang mengatakan, seharusnya birokrasi Pemkab Karawang masih menghormati Bapak Ade Swara, walau bagaimanapun Bapak masih sebagai Bupati Karawang. Secara protokoler tupoksinya masih berlaku, “ini sih... dari awal Bapak dan Bunda di tangkap KPK, sampai kini dipindahkan ke Sukamiskin Bandung. Para pejabat Karawang seolah menjauh dan menghindar. Yang masih loyal dan setia hanya dari pihak keluarga dan beberapa gelintir sahabat saja,” papar Pontas.
Sungguh ironis nasib Ade Swara, karena bertolak belakang dengan situasi dan kondisi di Kabupaten Karawang itu sendiri. Di setiap sudut kota Karawang nampak baliho berukuran raksasa bergambar Bupati Ade Swara dan Wakil Bupati Cellica Nurrachadiana nampak tersenyum berdampingan memakai baju putih kebesarannya. Bahkan masih banyak baliho berukuran sedang yang bergambar Bupati Ade Swara dan istrinya terpampang mesra di tengah kota Karawang.
Namun Bupati Karawang dan istrinya yang dituntut 20 tahun penjara itu nampak pasrah, sidang perdana mereka yang dimulai pada jam 10.30 sampai dengan jam 12.00 siang tersebut ditunda, dan akan dilanjutkan pada tanggal 09 Desember minggu depan nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H