Lihat ke Halaman Asli

Wajah Rinduku

Diperbarui: 10 November 2015   04:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

: Adinda

Menatap langit, bawalah keterbatasan/ketika bintang terlihat, gelap rembes dalam kerlip/rembulan bawa rindu, lapang kisah bunga bermekaran/wajah rindku membingkai purnama, tulus dalam kerlap.

Malam mengurai kepiluan terbendung/berita sekedar pembungkus dagangan/berserakan setelahnya bagai kebiasaan buang sampah/sembarangan tak peduli, kesulitan air sekedar fakta kemarau/kabut asap cuma rintihan kebakaran lahan/anak-anak kurang gizi cukup cibir kemalasan/keprihatinan bertahan hidup samarkan penindasan.

Wajah rinduku, cantik tak diam/langit masih luas, pandanglah cakrawala sertakan keterbatasan/kebebasan memilih batasnya sendiri/terindah saat romanmu terus bergerak, rembulan tuntaskan gelap.

Pemeras merampas berkah hujan, berwajah ingkar nikmat/kaum pinggiran terpasung keterbatasan/hutan gagal suksesi, para penindas menyebar api/rawa-rawa ditelan produksi keseragaman/keanekaragaman terkurung dalam ruang asap/yang bertahan hilang tempat kembali.

Wajah rinduku, tetap senyum/langit tetap lapang, panorama dalam dirimu/purnama membasuh keseimbangan langkahku/hujan di jantungmu melapangkan pandangan/arti kesepian teruntuk kerakusan juga keserakahan.

Banjarbaru, 9 Oktober 2015




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline