Lihat ke Halaman Asli

Heru Cokro

Konsultan dan Pengamat SDM

Keterampilan Bernama Tawakal dan Syukur

Diperbarui: 18 Desember 2020   04:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar idntimes.com

Beberapa waktu lalu terlibat diskusi yang menarik tentang bagaimana mengelola rasa khawatir. Hal ini bermula dari cerita salah seorang kawan tentang dilema yang dialami pada saat banjir kemarin. Di satu sisi, dia harus segera mengungsikan keluarganya sementara di sisi lain, rasa khawatir terhadap nasib anak istrinya membuat tensi darahnya naik dan membuat dia lemas kepayahan. Untunglah ada Adiknya yang datang dan urun membantu.

Setelah dibumbui dengan beberapa dialog tentang pendekatan psikologi menangani hal ini, salah seorang kawan yang lain bertanya kemungkinan adanya pendekatan alternatif mengelola rasa khawatir. Saya menyambut dengan dua rekomendasi yang selama ini terasa manjur buat saya: TAWAKAL dan SYUKUR.

Pada titik ini, pelan-pelan saya menyadari rentetan respons menarik dari kawan-kawan diskusi ini. Secara umum mereka menyepakati dan mengapresiasi rekomendasi saya tersebut, seraya beberapa menambahkan tentang pentingnya kedekatan dengan sang Pencipta. Tapi setelah berbasa-basi sejenak, mereka melanjutkan diskusi pada kemungkinan lain yang lebih teknis. Seolah-olah terisyaratkan, Tawakal dan Syukur terlalu konseptual dan kurang praktis untuk menjadi solusi pengelola rasa khawatir.

Rasa ingin tahu saya jadi tergelitik, kira-kira seberapa banyak dari kita yang menganggap Tawakal dan Syukur lebih sebagai simbol? Di era yang penuh situasi, peristiwa dan informasi yang membolak-balikan hati, mungkin sudah waktunya kita merenungkan substansi tawakal dan syukur dengan lebih serius.

Heru Cokro

https://www.facebook.com/heru.cokro




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline