Lihat ke Halaman Asli

Di Sumur-Mu, Tak Kurumuskan Usia yang Usai Tak Sesuai (2)

Diperbarui: 11 Februari 2016   17:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

/2/

Ketukan-ketukan di papan ketik,
(membayang) taman-taman bunga menanti dipetik, “ Ibu Hawa,
di detikmu dahulu, apakah kenanga
atau perdu yang kujumputi?”

Menjemputi rumus-rumus, peradaban
menjulangkan rumah-rumah menghubungkan semenanjung-
semenanjung tanpa basah, jaman-jaman beton,
apa kautanami?

Teman-teman tanpa nama itu tetabuhannya
tak terdengar di tetumbuhan, petani-petani yang menggergaji
batang padi, lalu sapi melenguh meminumi solar
dari sumur-sumur yang dirudapaksa pompa di ujung selang

Saling-silang, sesiapa selingkuhi selankang,
para binor (=bini orang) ataukah swamor (=suami orang), tapi
anak-anak gadis tak bisa rayakan ulang tahun ketujuhbelasnya, perjaka
telah tanggalkan jejaknya di celana abu-abunya

Mengabur segera abu-abu yang berarak-arak
di lanskap khatulistiwa mengabut tak di segara (-samodera), halimun
bergelung-gelung di depan beranda, anak-anak yang berhenti
membaca, tak bisa dihirupnya angka-angka

Tak berrangka rumah-rumah, pasak-pasaknya
tak bertanda baca kasrah-fathah-dammah (=a-i-u), dentum-bum bum
di dinding yang menebal musik dan candu, gawai
jadi candu berderet-deret dipajangkan

Dipanjangkannya akal pikir, dilantangkannya
suara dzikir, diparkirkannya nafsu saat parak senja, takkan tampak
wajah-wajah menjajakan keranda kecuali tengadah
mengharap kehadiran kebaikan takdir

 

Vilani-Bogor, 2015

 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline