Kegiatan ekskursi selama tiga hari ke Pondok Pesantren Amanah membawa pengalaman baru yang menarik. Awalnya, ketidakpastian menyelimuti pikiran mengenai apa yang akan dilakukan di sana. Informasi tentang pondok pesantren (ponpes) yang minim membuatku hanya memiliki gambaran samar bahwa tempat ini adalah rumah bagi anak-anak yang menjalani kehidupan teratur dan berfokus pada kegiatan keagamaan.
Persiapan dan Perjalanan
Ketika persiapan barang bawaan dimulai, aku merasa bingung tentang apa yang seharusnya dibawa. Dengan pemikiran bahwa kami akan tinggal di sana, aku hanya membawa barang-barang dasar seperti pakaian untuk pergi dan untuk sehari-hari. Tanpa banyak informasi, aku mengikuti arahan dari pembimbing kelompok tanpa banyak pertanyaan. Saat hari keberangkatan tiba, aku merasakan keraguan ketika mendengar bahwa ponsel harus dititipkan di sekolah dan tidak boleh digunakan selama perjalanan yang memakan waktu lebih dari enam jam. Perjalanan yang berliku-liku dan menantang itu terasa melelahkan, namun pemandangan alam yang indah di sepanjang jalan mengalihkan perhatian dan memberikan sedikit hiburan.
Kedatangan di Ponpes Amanah
Setibanya di Pondok Pesantren Amanah, suasana sederhana namun menyenangkan langsung terasa. Bangunan-bangunan yang bersahaja dikelilingi oleh pemandangan alam yang asri, menciptakan suasana tenang yang menyambut kedatangan kami. Dalam acara pembukaan ekskursi 2024, kami diperkenalkan dengan para santri---anak-anak yang tinggal di ponpes---yang tampak nyaman dengan kehidupan mereka. Mereka menyambut kami dengan senyuman hangat, menunjukkan rasa persaudaraan meskipun kami berasal dari latar belakang yang berbeda.
Kegiatan di Ponpes
Keindahan ponpes selama 3 hari dimulai dari kawasan persekolahannya, yang amat lebih kecil dari Kolese Kanisius, tetapi suatu hal tak terjelaskan dari estetika pembangunannya membuatku merasa nyaman dan tentram. Mengikuti acara pembukaan ekskursi 2024 dan tur dari sekolah mengajarkanku bahwa banyak dari murid-murid, atau santri dan santriwati, nyaman-nyaman saja dengan tinggal di dalam ponpes ini, dan aku menjadi terkesima dengan bagaimana penempatan tempat tinggal dan fasilitas mereka itu tersusun. Terutama juga, dengan masjid Amanah yang berada di belakang daerah sekolah SMA yang berbentuk sangat megah, merupakan suatu kontras yang indah dari segala hal di sekitarnya. Jujur saja, memang terlihat sangat besar hanya untuk penggunanya, yakni pihak ponpes Amanah. Malam hari pula cukup indah, melihat masjid dari dalam dengan lampunya menyala semua, dan ternyata keindahan inskripsinya yang begitu rumit juga begitu terlihat jelas sambil berdiskusi tentang sekolah masing-masing.
Besoknya, makan bubur dengan para guru-guru merupakan suatu pengalaman yang menunjukkan bahwa terkadang kita harus pelan-pelan. Perjalanan ke gunung Galunggung bersama dengan para santri kelas 12 juga begitu indah, dan untungnya bisa aku lihat dengan penuh keindahan alam pegunungan selama mendaki gunung Galunggung, serta naik tangga ke puncaknya. Sekali lagi, nongkrong dan makan bersama dengan guru-guru menjadi suatu pengingat bahwa kalau diberikan waktu untuk mengambil hal-hal dengan pelan-pelan, maka tidak ada buruknya untuk pelan-pelan saja pula.
Setelah makan siang dan perjalanan pulang, berbincang dengan para santri, maka datanglah malam hari, ketika kami mengajarkan bahasa Inggris dan Arab kepada santri-santri lain. Keseruan yang sesungguhnya datang pada pentas seni yang dihadiri dan dilaksanakan oleh kedua pihak Kanisius dan ponpes Amanah. Jujur, malamnya aku sedikit takut pula karena sudah melewati jam tidur yakni jam 21:45, tetapi sudah disetujui oleh mudir ponpes bahwa dibiarkan saja, karena memang tidak sering hal seperti ini terjadi.
Pulang dari ponpes Amanah, aku lebih khawatir dengan durasi pulang yang aku rasa akan relatif sama dengan kedatangan, sekitar 7 jam pula, dan ternyata sedikit lebih cepat daripada itu, memperhitungkan makan siang resto Cibiuk. Untungnya, sampai di sekolah pula sampai jam 16:30, walaupun paginya bisa lebih cepat berangkat tetapi telat karena menunggu mudir untuk upacara pelepasan. Selama 3 hari ini, aku merasakan banyak hal yang baru dan tidak terbiasa. Mulai dari makan makanan yang benar-benar apa adanya dan disajikan, sampai melihat bagaimana para santri itu tidur dan mengikuti mereka dengan tidur apa adanya, aku tidak dapat berhenti merasakan kagum dan senang bisa mengikuti kegiatan ekskursi ini.
Semua santri-santri itu, walaupun tinggal di sekolah 24/7 dan tidak menggunakan ponsel, masih sama saja dengan kami murid-murid Kolese Kanisius. Tentu, hidup mereka lebih tertutup, tetapi bagaimana mereka bertindak seperti anak-anak remaja biasa itu memang suatu hal yang tidak bisa dihilangkan dari seorang remaja seumuran mereka pula. Jadi tentu, aku senang melihat bagaimana mereka dapat berkegiatan dan berkontribusi ke sekolah dan komunitas mereka, dan aku senang melihat perkembangan mereka tidak terhalangi walaupun komunikasi mereka terbatas. Kita harus saling respek dan menghargai siapapun, tidak tergantung ras atau agama.