Lihat ke Halaman Asli

Bahroeni Hazizah

To be sucses

Pentingnya Maslahah dalam Konsumsi Menurut Pandangan Ekonomi Islam

Diperbarui: 17 Februari 2019   13:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Sebelum membahas lebih dalam apa itu maslahah dalam konsumsi lebih baiknya mengetahui apa itu konsumsi ataupun maslahah itu sendiri.

Menurut Hanato dan Sukarto T.J konsumsi adalah bagian dari penghasilan yang di pergunakan membeli barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup . Adapun menurut Ilmu ekonomi, konsumsi adalah setiap kegiatan memanfaatkan, menghabiskan kegunaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan dalam upaya menjaga kelangsungan hidup.

Sedangkan maslahah itu sendiri adalah bertumpu pada pertimbangan menarik manfaat dan menghindarkan ke mudharat.

Dalam ekonomi konvensional, kebutuhan dan keinginan merupakan  suatu hal yang tidak dapat dipisahkan. Di mana setiap individu mempunyai suatu kebutuhan yang akan diterjemahkan oleh keinginan-keinginan mereka. Seseorang yang sedang membutuhkan makan karena perutnya yang lapar, akan mempertimbangkan beberapa keinginan dalam memenuhi kebutuhannya tersebut.

Misalnya ketika beberapa orang yang membutuhkan makanan karena rasa laparnya, maka seseorang yang berasal dari Jawa Timur akan 'menginginkan' soto lamongan ketika merasai lapar, hal ini berbeda dengan orang Sulawesi yang saat itu menginginkan soto makassar. 

Keinginan seseorang akan sangat berkaitan dengan konsep kepuasan. Selanjutnya yang menjadi masalah adalah apabila keinginan tersebut berkembang  dan masuk ke area lampu merah, yaitu area pemenuhan kebutuhan dengan cara berlebih-lebihan dan mubazir. 

Maka keinginan inilah yang kemudian menentang dengan prinsip ekonomi Islam. Ketika seseorang membutuhkan makan untuk mengisi perutnya yang  lapar, ia hanya bisa saja 'berkeinginan' untuk membeli sepiring nasi mulai dari harga 5.000 hingga 1.000.000 (bahkan bisa jadi lebih mahal lagi tergantung produk yang dikonsumsinya). 

Ketika ia  menginginkan makanan yang biasa-biasa saja dan tidak menjerumuskan kepada perilaku konsumerisme, maka hal tersebut  tidak akan menjadi masalah. Akan tetapi kemajuan ekonomi  dewasa ini membuat makanan menjadi gaya hidup, yang menggelincirkan manusia ke dalam perilaku isrf da tabdzir. Maka daril itu, Islam memerinci dan  memisahkan antara kebutuhan (need / hajah) dan keinginan (Gwant / raghbah) manusia.

Dalam perspektif Islam, kebutuhan ditentukan oleh mashlahah. Pembahasan konsep kebutuhan dalam Islam tidak dapat dipisahkan dari kajian tentang perlindungan konsumen dalam percakapan magshid al-syari'ah. 

Di mana tujuan syari'ah harus dapat menentukan tujuan konsumen dalam Islam. Imam Ghazali telah membedakan antara keinginan (raghbah dan syahwt) dan kebutuhan (hjah). Menurut al-Ghozali Kebutuhan adalah keinginan manusia untuk mendapatkan sesuatu yang diperlukan dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidupnya dan menjalankan fungsinya. 

Lebih jauh lagi, al-Ghazali menekankan pentingnya niat dalam melakukan konsumsi, sehingga tidak kosong dari makna ibadah. Konsumsi dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT, Hal ini berbeda dengan ekonomi konvensional, yang tidak dapat dipisahkan antara keinginan (wants) dan kebutuhan (needs),sehingga memicu terjebaknya konsumen dalam lingkaran konsumerisme.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline