Lihat ke Halaman Asli

Desember di Titik Jenuh Bulan

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang lelaki yang menunggu. Mengantungkan cintanya pada waktu. Adalah diriku, yang berserah penuh entah ragu. Malam itu aku masih sama dengan malam-malam kemarin dan yang lalu-lalu. Judulnya juga sama, hanya sedikit berbeda pada penempatan karakter dan prolog yang sedikit panjang.

“Berjuta detik kuhitung. Kapankah jumpa? Beribu aksara kueja. Namamu jua yang tercipta.” aku berpuisi dalam temaram.

Rinduku tersudut di ujung redup bulan, perlahan berkarat lalu terpendar di sudut-sudut ruang gelap dunia maya. Angin, malam, bercanda dalam diam, menertawakan waktu yang pelupa. Berulangkali pula ku mengirim pesan, namun tiada tersampaikan.

Tuhan berujar, “Akan kuberi terang setelah tangis menyeruak dari kedalaman malam.”

Aku berucap, “Akan kukotori malam. Dengan dendam.”

Malam meluruh. Rindu yang jatuh.

Epilog:

Suatu malam di titik jenuh bulan, Adam terus menatap langit. Merindukan Hawa yang tak kunjung turun ke bumi. Tersangkut di pohon surga, di langit prosa.

*

*)Old & New Blogging: Sehabis Hujan di Bulan Desember

Gratisan Musik




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline