Selain perasaan bahagia, perasaan sedih dan menderita juga merupakan memori implisit dalam jiwa manusia. Dan semua manusia pasti pernah merasakan hal itu. Perasaan sedih atau menderita dapat diekspresikan dengan menangis, sehingga menangis pada hakekatnya adalah fitrah manusia. Bahkan menangis merupakan pertanda kehidupan. Seorang bayi yang baru lahir harus menangis untuk menandakan bahwa bayi itu lahir hidup. Jika bayi tak menangis, maka dokter/bidan akan merangsang tangisan dengan mengurut-urut punggung bayi. Tangisan pertama bayi ini bertujuan untuk mengembangkan paru-paru bayi agar bayi dapat bernapas. Adapun menangis pada orang dewasa di pengaruhi oleh budaya sehingga menangis sering di cap sebagai cengeng atau lemah. Begitu pula antara lelaki dan perempuan. Pada budaya tertentu dikatakan bahwa lelaki tidak pantas menangis, sedangkan permpuan boleh-boleh saja. Penelitian menunjukkan bahwa struktur kelenjar air mata lelaki dan perempuan berbeda. Masih menjadi misteri, apakah struktur yang berbeda ini mempengaruhi frekuensi menangis lelaki dan perempuan. Yang jelas, sebelum pubertas, frekuensi menangis anak lelaki tidak berbeda dengan anak perempuan. Setelah 18 tahun, anak perempuan justru lebih banyak meneteskan dan mencurahkan air mata. Penelitian lain oleh Frey (1985) menemukan bahwa 94% perempuan mengalami episode tangisan emosional dalam sebulan, sedangkan pria cuma 55%. Perempuan menangis merasa lebih baik dan lega setelah menangis dengan leluasa sebanyak 85%, sebagaimana ditemukan 73% pria yang menangis. Hal yang menarik dalam penelitian ini yakni, durasi tangisan tidak berbeda pada lelaki dan perempuan, yang berbeda hanya cara menangis. Perempuan mengeluarkan bunyi sementara lelaki hanya tampak dari mata yang sedikit membengkak. Meskipun frekuensi menangis dan cara manangis dipengaruhi oleh budaya patriarki yang melihat tangisan sebagai ungkapan kelemahan dan kepasrahan. Akan tetapi, tak ada manusia yang tak pernah menangis. Bahkan mungkin dalam kondisi tertentu manusia butuh menangis karena dengan aktivitas ini akan membuat seseorang menjadi lebih baik nyaman dan tenang. Yang jelas, para ahli evolusi biologi percaya bahwa air mata dan kelenjar air mata sedemikian penting bagi manusia sehingga struktur ini termasuk yang lolos dari seleksi alam. Menangis-seperti halnya senyum-juga dapat direkayasa. Oleh karena itu, menangis juga terbagi atas menangis spontan (menangis emosional atau menangis kepedihan misalnya ketika mengiris bawang) dan menangis yang di buat-buat. Beberapa fakta menunjukkan bahwa menangis emosional dapat memicu mekanisme neuroendokrin dan imunitas tubuh. Penelitian Ishii, Magashima, Tanoo, dan Nakajima (2003) dari Nippon Medical School di Jepang menemukan bahwa penderita atritis reumatoid (asam urat) yang menangis dan meneteskan air mata umumnya lebih membaik secara klinis dalam rentang setahun dibandingkan penderita yang tidak meneteskan air mata. Ketika kita meneteskan air mata, hormon stres kortisol dalam darah, protein kekebalan interleukin-6, CD4, CD8, dan sel kekebalan pembunuh alamiah, dipengaruhi secara bermakna. Menangis dapat menekan stres. Demikian juga dengan perbedaann kadar mangan antara air mata emosional dan air mata kepedihan, ternyata, sama-sama mengandung mangan yang kadarnya 30 kali lebih besar daripada yang terdapat dalam darah. Fakta ini memberikan sedikit bukti bahwa airmata pun bisa membuang racun. Mungkin yang perlu diingat bahwa pengeluaran air mata yang dipicu secara spontan memiliki efek berbeda dengan yang dibuat-buat, persis dengan perbedaan senyum palsu dan tawa spontan. Fakta lain, tertawa dan menangis ternyata memiliki efek yang sama terhadap tubuh. Jadi, tak usah heran jika ada orang yang tertawa terbahak-bahak sampai mengeluarkan air mata. Penelitian lain yang mengkaji efek menangis dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial datang dari Oren Hasson, seorang ilmuwan dari Univesitas Tel Aviv, Israel. Dalam penelitian itu, terungkap bahwa menangis dapat berfungsi sebagai penghalang keagresifan seseorang. Dengan air mata seseorang sebenarnya tengah menurunkan mekanisme pertahanan dirinya dan memberikan simbol dirinya tengah menyerah. Selain itu, dalam relasi yang sifatnya kelompok, menangis dapat berfungsi sebagai bentuk solidaritas kelompok. Ketika seorang menangis dan yang lainnya juga ikut menangis akan membuat hubungan kedekatan dalam kelompok semakin terpupuk. Menangis bersama sahabat akan menjadikan hubungan persahabatan semakin langgeng. Tidak hanya itu, Oren Hasson juga menambahkan bahwa hubungan "pertemanan" dengan musuh juga bisa dibangun lewat menangis. Maksudnya adalah kita dapat menunjukkan penyerahan diri untuk menarik simpati dari lawan dengan cara menangis. Meski demikian, dalam kajian sosial menangis tidak akan selalu manjur dalam beberapa kondisi. Bahkan sebaiknya dihindari. Dalam bekerja misalnya, aktifitas menangis bahkan sebaiknya tak perlu ditampakkan karena menangis dalam bekerja akan ditanggapi sebagai bentuk kelemahan dan sifat menyerah yang sangat dijauhi dalam dunia kerja. Kecuali untuk profesi yang menuntut empati, mungkin menangis menjadi penting.
***
*Dari berbagai sumber.
Tulisan yang berkaitan : Senyum "Lie Detector"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H