Awal tahun dibuka dengan kekesalan Presiden Joko Widodo yang mempertanyakan efektivitas subsidi pupuk. Presiden mengungkapkan subsidi pupuk tidak kunjung mendongkrak produksi sejumlah komoditas pertanian. Meskipun sudah mengalokasikan dana triliunan rupiah, faktanya produksi pertanian cenderung satgnan bahkan melambat. Presiden menilai anggaran subsidi pupuk tak kunjung memberikan manfaat bagi negara.
"(Pemerintah sudah mengalokasikan) Rp 33 triliun setiap tahun (untuk subsidi pupuk), (tetapi) return-nya apa? Beli pupuk itu kembaliannya apa? Apakah produksi melompat naik? Angka itu besar sekali. Artinya, tolong ini dievaluasi," ujar Presiden Joko Widodo saat membuka rapat kerja nasional pembangunan pertanian di Istana, Jakarta, Senin (11/1) lalu.
Dikutip dari data Kementerian Keuangan, anggaran ketahanan pangan untuk belanja subsidi pupuk relatif meningkat dari tahun ke tahun. Terhitung sejak tahun 2014, realisasi anggaran belanja negara untuk subsidi pupuk mencapai Rp 21,05 triliun. Angka ini terus mengalami kenaikan hingga tahun 2019, yaitu sebesar Rp 34,31 triliun. Selama 5 (lima) tahun Presiden Joko Widodo menjabat pada periode pertama, setidaknya rata-rata anggaran belanja negara untuk subsidi pupuk setiap tahunnya sebesar Rp 29,33 triliun.
Sayangnya, peningkatan alokasi anggaran untuk subsidi pupuk belum diikuti dengan peningkatan produksi pertanian yang menggembirakan. Misalnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa produksi padi berdasarkan hasil survei Kerangka Sampel Area (KSA) pada tahun 2019 sebesar 54,6 juta ton. Kuantitas produksi ini relatif berkurang jika dibandingkan tahun 2018 yang mencapai 59,2 juta ton. Artinya, pada tahun 2019 terjadi penurunan produksi padi sebesar 8,42 persen. Padahal terhitung pada tahun 2019 tercatat bahwa alokasi anggaran subsidi pupuk mengalami kenaikan sebesar 2,07 persen dibandingkan 2018. Fenomena yang sama juga terjadi pada komoditas kedelai. Bedasarkan data Food and Agriculture Organization (FAO), sejak tahun 2014 hingga 2019 tercatat terjadi penurunan produksi kedelai dari 955 ribu ton menjadi 940 ribu ton. Lantas, kondisi ini kemudian membuat Presiden Joko Widodo menjadi geram dan meminta segenap jajarannya untuk mengevaluasi hal tersebut.
Subsidi Pupuk Masih Diperlukan Petani
Mengacu pada hasil Sensus Pertanian 2013, keberadaan subsidi pupuk masih sangat diperlukan oleh petani. Sebanyak 63,43 persen petani Indonesia mengaku masih membutuhkan bantuan pemerintah dalam hal pengadaan pupuk bersubsidi. Kehadiran pupuk bersubsidi sangat diperlukan guna menunjang keberlangsungan aktivitas pertanian. Hal ini sebagai upaya mendorong naiknya produktivitas pertanian.
Sejalan dengan itu, studi yang dilakukan Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP) juga menunjukkan pentingnya pemberian subsidi pupuk tepat sasaran kepada petani. Untuk mendukung pengalokasian subsidi pupuk secara merata diberikan beberapa mekanisme, yakni penyempurnaan/akurasi RDKK, administrasi yang tertib oleh pengecer (pencatatan distribusi pupuk dan alokasi distribusi subsidi pupuk ke petani yang sesuai dengan RDKK), serta pengawasan di daerah dan dilakukan perubahan kebijakan melalui Permentan No. 69/SR.310/12/2016 untuk memperlancar alokasi distribusi pupuk.
Setelah gagalnya tiga jenis uji coba sistem subsidi distribusi pupuk seperti penyaluran sistem pupuk terpadu (2014), penyaluran pupuk sistem Smart Card (2006-2009), dan subsidi pupuk langsung ke petani (2010), sistem subsidi dan distribusi pupuk bersubsidi secara tertutup melalui RDKK yang berlaku dinilai paling baik dan manageable.
Data Pangan yang Akurat
Salah satu jalan untuk perencanaan kebijakan pangan yang tepat sasaran adalah melalui data pangan yang akurat. Data pangan yang dapat merefleksikan kondisi aktual menjadi kunci penting untuk mendukung tercapainya tujuan subsidi pupuk yang tepat sasaran. Subsidi menjadi salah satu kunci untuk menstimulasi produksi pertanian. Artinya, keberadaan subsidi harus didukung oleh tingkat akurasi data pangan yang dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini tentu tidak terlepas dari dorongan pihak yang berkewajiban untuk mewujudkan terwujudnya data pangan yang akurat.
Dengan memadukan kebijakan pengalokasian pupuk yang tepat sasaran dan berbasis data yang akurat, diharapkan kedepan petani akan lebih mampu berdaya saing dan memiliki produktivitas tinggi sehingga mendorong kesejahteraan petani.