Lihat ke Halaman Asli

Hazal

Peneliti Karya Sastra

Sekarang: Jutaan Orang Ikut Menikmati Senyummu

Diperbarui: 23 Mei 2023   17:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Dahulu aku berpikir setelah berhasil menaklukan gunung yang selama ini, ingin kudaki. Akan memberikan kepuasan di dalam jiwa. Akan lahir kebahagiaan karena terpenuhinya keinginan yang terpendam.

Hari ini aku baru menyadari bahwa kebahagiaan tidak ada disana. Aku justru merindukan bukit kecil yang dahulu kita lalui bersama. Di bawah terik matahari ataupun hujan. Di saat panas kamu memayungiku, demikian juga saat hujan.

Bahkan ketika payung lupa dibawa. Sehingga harus basah kuyub karena derasnya hujan. Tetap saja kamu tidak membiarkan aku kedinginan sendirian. Tanpa ragu memberikan kehangatan tubuhmu. Seoalah ingin berkata "Bagi dinginmu".

Ya! Kamu tidak membiarkanku sendirian dalam menghadapi semua tantangan kehidupan yang datangnya silih berganti. Namun, setelah bola mata itu terlihat bening, perlahan aku membuatnya merah kembali setalah jatuh kata PERCERAIAN.

Bola mata bening yang dahulu meneduhkan hati, menenangkan pikiran, sekarang aku biarkan melalui hidup dalam kesendirian dengan penuh air mata. Lantas bagaimana aku harus bersikap lagi? Aku bahkan malu untuk kembali.

Tawamu di setiap media soalah memberi kesadaran penuh, betapa bodohnya aku, betapa tidak bersyukurnya aku, dan betapa menyesalnya diriku. Membiarkan bola mata bening yang meneduhkan itu, mesti kembali belajar dengan pola kehidupan baru.

Aku merindukan senyum manismu. Yang dahulu hanya kau persembahkan untukku. Sekarang jutaan orang ikut menikmatinya. Mungkinkah aku yang terlalu banyak dosa sehingga Tuhan murka dan memisahkan kita?

Tapi tak ada lagi yang perlu dijelaskan. Walaupun aku harus jujur, mengatakan sekali lagi bahwa aku merindukan sikap manjamu, aku merindukan sosok yang menyiapkan sarapan setiap pagi. Sekarang aku harus bekerja tanpa ada lagi yang memberiku semangat.

Seoalah aku lupa bagaimana membuat campuran, aku lupa bagaimana memainkan skop, aku lupa berapa banyak takaran air yang harus digunakan. Aku lupa semuanya. Yang aku ingat hanyalah penyesalan atas kebodohanku meninggalkan seorang ratu yang seharusnya dimuliakan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline