Lihat ke Halaman Asli

Hingga Kita Menua

Diperbarui: 24 Juni 2015   09:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hai cinta, lama sekali kita tidak bersua. Mereka bilang kau ada di sini bersamaku. Mereka bilang aku menyimpanmu. Hanya saja, aku benar-benar curiga. Mereka tidak mengenalku sebaik itu.

Hai cinta, bagaimana rupamu sekarang? Apakah masih menyebalkan seperti dulu. Membuatku menjadi gadis penunggu. Menunggu telpon yang tak kunjung berdering, pesan yang tak kunjung di balas, dan pertemuan yang tak sesuai harapan? Kekecewaan menenggelamkan pujianku padamu. Hingga, tak ada yang tersisa selain pertemuan itu sendiri. Yang akan tertimbun bersama kenangan-kenangan lama. Bertumpuk, berdebu, dan perlahan lupa.

Cinta, hidupku lebih baik sekarang, tanpamu. Kau tidak perlu tahu sebenarnya. Hanya saja, semua rasa yang kukira tak mampu kutanggung tanpamu ternyata tidak menggangguku. Aku tanpamu, tapi ku tak sendiri.

Kau tidak di sisiku, tapi aku baik-baik saja.

Hanya saja cinta, kadang cemburu menelusup di hatiku. Bukan, bukan cemburu padamu. Tapi pada orang lain yang saling menggenggam dan bertegur sapa. Berbicara dan memahami. Aku cemburu pada yang muda dan melakukan itu.

Tapi pasangan-pasangan beruban yang duduk manis di depan rumah mereka. Menyesap kopi dan membicarakan anak cucunya, membuatku lega. Bahwa cemburuku sia-sia. Tak mengapa, akan ada yang lebih baik menunggu di ujung sana.

Cinta, aku tak lagi mengharapkan kata rayu gombal romantis yang dibisikkan di telinga. Atau perbincangan tanpa henti di telepon antar kota.

Yang kutunggu hanya sosokmu yang percaya diri dan santun yang berbincang dengan orang tuaku. Yang menyayangi mereka seperti aku menyayangimu. Yang kutunggu bukan badan bagus dan wajah tampan yang berdiri di sisiku. Cukuplah punggung tegap dan lengan kuat yang mau menggendong adikku saat mereka berlari menyambutmu.

Cinta, terlalu dini bagiku untuk mengharapkan sosok seperti itu. Hanya saja, perempuan ini menunggu cinta suci yang di berkahi Illahi. Bukan lagi singgungan penuh dosa dan sia-sia.

Cinta, cerita khas remaja bisa terjadi di mana saja. Tapi kuharap, kau datang dalam bentuk yang berbeda. Suami yang mencintaiku karena-Nya. Yang menggandeng tanganku di bawah sinar matahari hingga cahaya keemasan itu menyinari kulit keriput dan mengilaukan uban kita berdua.

Sampai berjumpa cinta...




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline