Lihat ke Halaman Asli

KKN UPI 2022 - Pupuk Kompos: Upaya Pemberdayaan Limbah Pertanian Desa Cikidang

Diperbarui: 12 Agustus 2022   11:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri


Kabupaten Bandung Barat memiliki lahan yang subur serta banyaknya aliran sungai menyebabkan sebagain besar dari luas tanahnya digunakan untuk sektor pertanian. Ini lebih berpotensi karena Kabupaten Bandung Barat beriklim tropis, dengan jumlah hari hujan sebanyak 119 hari dan rata-rata curah hujan per bulan mencapai 70,41 mm/bulan pada tahun 2015. Jumlah curah hujan yang relatif cukup dan kondisi tanah yang subur menyebabkan wilayah Kabupaten Bandung Barat memiliki potensi yang sangat perspektif dalam pengembangan sektor pertanian. 

Desa Cikidang merupakan salah satu desa yang memiliki potensi tinggi pada sektor pertanian. Baik dari sisi Sumber Daya Alam (SDA) nya hingga Sumber Daya Manusia (SDM) nya. Masyarakat Desa Cikidang sangat melihat potensi tersebut yang terlihat dari hampir seluruh penduduk Desa Cikidang berprofesi sebagai petani.

Kelompok 14 KKN UPI melihat potensi tersebut untuk melakukan beberapa program kerja, diantaranya adalah pemberdayaan limbah pertanian. Berkaca pada hampir seluruh kegiatan masyarakat Desa Cikidang adalah bertani, tentu tidak menutup kemungkinan limbah pertanian dari hasil-hasil tani yang gagal juga menumpuk. Dari hasil diskusi bersama Pak Sekdes bahwa Desa Cikidang sampai saat ini belum memiliki tempat penampungan sampah, pada akhirnya masyarakat Desa Cikidang memilih untuk membakar sampahnya sendiri, dan ada juga penumpukan sampah di beberapa titik. 

Kegiatan pertanian di Desa Cikidang mayoritas menggunakan pupuk kandang untuk membantu proses penyuburan, yang bahan utamanya adalah kotoran kelinci, kotoran sapi, dan kotoran ayam. Para petani yang memiliki lahan luas lebih memilih untuk membeli pupuk ke bandar-bandar pupuk. Sedangkan untuk para petani yang menjual bibit lebih memilih untuk membuat pupuk sendiri dari kotoran hewan.

Melihat permasalahan Desa Cikidang pada sektor sampah, kami melihat potensi untuk pemanfaatan sampah organik dari hasil pertanian dan dikembalikan lagi untuk kegiatan pertanian itu sendiri. Sehingga permasalahan mengenai penumpukan sampah, dan kurangnya kesadaran masyarakat akan sampah bisa teratasi. Selain mengurangi penghasilan sampah, membuat pupuk dari limbah pertanian juga bisa mengurangi anggaran biaya pembelian pupuk.

Jenis tanah yang subur, dan masyarakat yang sadar akan hal pertanian tersebut, Desa Cikidang sangat berpotensi untuk menjadi desa yang maju, ditambah lagi jika pemanfaatan lingkungan tersebut bisa dimanfaatkan dengan maksimal dengan pengetahuan pemanfaatan tanah yang baik.  Keberhasilan penanaman dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah pemupukan. Pupuk diberikan kepada tanaman dengan tujuan menambah unsur hara yang dibutuhkan. Unsur hara yang berada dalam tanah dapat dibagi menjadi dua golongan berdasarkan jumlah yang dibutuhkan tanaman. Unsur hara yang banyak dibutuhkan disebut unsur makro seperti nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), sulfur (S), kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). Sedangkan unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit disebut unsur mikro yang meliputi klor (Cl), mangan (Mn), besi (Fe), tembaga (Cu), seng (Zn), boron (B) dan molibdenum (Mo). 

Pengomposan bukanlah suatu ide atau hal yang baru. Pengomposan merupakan suatu proses penguraian mikrobiologis alami dari bahan buangan/limbah atau bagian dari tumbuhan. Saat ini proses pengomposan dari berbagai jenis limbah baik padat maupun cair telah dikembangkan hingga limbah organik menghasilkan suatu produk akhir yang lebih bernilai. Teknologi pengomposan telah berkembang dengan pesat, terutama oleh mereka yang lebih peduli terhadap pelestarian lingkungan; karena proses ini dipandang sebagai alternatif terbaik dalam pemanfaatan limbah. Beberapa faktor penting yang harus diperhatikan dari proses pengomposan adalah faktor C/N ratio, kadar air, populasi mikroba dan porositas campuran.

Pada pelaksanaan KKN UPI, diawali dengan mengadakan sosialisasi tentang pemanfaatan sampah organik menjadi pupuk kompos dengan menggunakan metode tradisional. Yaitu dengan cara menumpuk bahan-bahan pembuatan pupuk kompos (tanah, sampah daun kering, sampah rumah tangga) dalam satu wadah untuk proses pembusukan. 

Proses pembusukan seperti ini memakan waktu cukup lama, untuk mengatasi permasalahan waktu ini, agar lebih efektif kelompok 14 KKN UPI menggunakan modifikasi teknik pengomposan yang telah dikemabangkan dan banyak digunakan saat ini adalah dengan memanfaatkan mikroorganisme efektif atau dikenal dengan nama EM Technology. Teknologi ini dikembangkan pada tahun 1970-an di Universitas Ryukus, Okinawa, Jepang oleh Prof. Teruo Higa. 

Teknologi ini berbasis campuran berbagai mikroorganisme yang selanjutnya dimurnikan hingga diperoleh tiga tipe utama mikroorganisme yang dapat ditemukan di seluruh ekosistem yaitu bakteri asam laktat, bakteri fotosintetik, ragi, jamur fermentasi dan aktinomicetes

Ketiganya dicampur dalam molase/tetes tebu atau media gula dan disimpan dalam pH rendah (pH 3-4) dengan suhu ruangan. Teknologi ini diperkenalkan ke dunia internasional pada tahun 1989 di Thailand dan pengujian efektifitasnya dilakukan dengan berhasil di 13 negara Asia Pasifik. Saat ini produk teknologi EM dibuat di hampir 40 negara dengan menggunakan mikroorganisme lokal dan tidak diimpor dari Jepang atau pun menggunakan mikroorganisme hasil rekayasa genetika. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline