Lihat ke Halaman Asli

Ruhut Harus Bangun dari Mimpi, Siapa Tokoh Hebat Pengusung Ahok

Diperbarui: 20 Februari 2017   15:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Nggak ada urusannya koalisi besar lalu dijamin menang. Pak Foke sudah membuktikan itu bahwa semakin besar partai, kalau mesinnya tidak jalan, sama saja. Kecuali seperti Gerindra, semua bekerja, yang penting itu komitmennya," Siti Zuhro

Jika melihat komentar atau pendapat di atas dari Siti Zuhro pengamat LIPI. apakah pendukung Ahok akan mengesampingkan dan mengatakan "itu tidak benar."

Koalisi gemuk tidak menjamin Ahok memenangkan pertarungan, itu realita yang sudah menghinggapi ahok saat ini. dan terbukti tanggal 15 kemarin mesin parpol pengusung ahok tidak berjalan dengan baik.sebesar apapun koalisi yang di bentuk dan yang akan terbentuk tidak akan memenangkan pertarungan jika koalisi hanya sekedar koalisi pepesan kosong.

Real count KPU yang telah di Upload menempatkan Ahok-Djarot dengan suara yang cukup signifikan, hanya saja tidak jadi satu putaran, dengan hasil suara yang nyaris berimbang antara pasangan calon Ahok-Djarot dan Anies-Sandi, maka di pastikan Pilkada DKI berlangsung dalam dua putaran. walaupun sebelumnya dengan optimis Ahok-Djarot, Ruhut dan para pendukung mengatakan bisa satu putaran, maka sekarang harus kembali berhitung dan bangun dari mimpi.

Memperbaiki hubungan komunikasi dengan masyarakat Jakarta, itu kunci utama baik untuk Ahok maupun Anies, hubungan komunikasi itu tidak harus bertatap muka, tapi bagaimana mengomunikasikan promosi tanpa embel-embel negatif campaign melalui media, seharusnya Ahok melalui Cyber Armynya bisa membantu memenangkan Pilkada satu putaran, jika mesin komunikasinya yang di sebar berjalan dengan baik, namun saya melihat Cyber Army Ahok tidak pada posisi baik dalam melakukan komunikasi promosi, tidak semua pendukung Ahok suka dengan promosi yang berlebihan dan menjatuhkan pasangan lain. sebuah catatan penting.

Mampukah Ahok meyakinkan kepada masyarakat Jakarta dengan sisa waktu menuju putaran kedua dengan elegan, jika mampu, maka Ahok bisa mendulang suara, Ahok jelas tidak bisa mengandalkan mesin partai, Pilkada Jakarta saat ini bukan suara parpol. jika suara parpol yang di jadikan parameter, maka Ahok sudah menang satu putaran, terbukti ahok hanya mendapat suara 42 persen.inilah yang di sebut koalisi pepesan kosong.

Saat ini Ahok sudah menerima dukungan dengan Total kursi fraksi di DPRD DKI mencapai 52 kursi. PDIP (28 kursi), Hanura (10 kursi), Golkar (9 kursi) dan Nasdem (5 kursi).mari pendukung ahok realistis, jika mesin parpol berjalan dengan baik, maka ahok bisa mendapat suara di atas 50 persen, kok bisa, ya tentu saja, karena seharusnya suara parpol di tambah suara "teman ahok" maka hasilnya maksimal. ingat, "teman ahok" sudah pernah mengumpulkan 1 juta KTP.

Patut di cermati oleh kita semua, bahwa orang yang memilih Ahok dan Anies adalah orang-orang yang tidak perduli dengan parpol pengusung. jika parpol pengusung berpengaruh, maka Anies-Sandi tidak lolos ke putaran dua, apakah Ahok dan pendukung masih akan membanggakan tokoh dan parpol pengusung mereka.? dalam hal ini prosentase orang yang tidak perduli parpol (walaupun mereka berparpol) mencapai lebih dari 30 persen.

Di samping mesin parpol yang macet, perbedaan ketokohan parpol yang sangat menjulang, itu yang juga mempengaruhi suara Ahok, dengan mudah kita bisa melihat Prabowo Subianto mendulang suara untuk Anies-Sandi, siapa dari pihak Ahok-Djarot yang bisa menandingi sosok ini? tidak ada. itu adalah realitas.

Terkadang kita di paksa untuk mengatakan hal yang kurang pantas, atau kurang sopan, tapi sebenarnya itulah realita, sebagai contoh jika kita mengatakan "Megawati tidak usah ikut-ikut berkomentar, hanya menambah suara Ahok berkurang, apakah hal ini di percayai pendukung ahok? tidak, mereka hanya melihat besarnya gaung Megawati tanpa memikirkan bahwa Megawati tidak memiliki nilai jual dalam berpromosi untuk Pilkada.catat itu.!

Kita tidak bisa menyamakan Pilkada DKI 2012 dengan Pilkada 2017. ingat, saat itu yang bernilai jual tinggi dan menjadi icon adalah Jokowi, dan faktor penting 2012 adalah Prabowo sebagai pendukung, saat ini pun Ahok yang menjadi ikon, bukan Djarot, jadi Ahok harus bisa merangkul suara non parpol lebih banyak lagi, dan tidak perlu melibatkan tokoh-tokoh parpol pendukung yang tidak bernilai jual dan hanya mempengaruhi penurunan suara. lupakan mesin partai yang tidak bekerja dengan maksimal dan lupakan tokohnya. Mungkin saat ini hanya Ruhut yang masih memiliki nilai jual bagi Ahok.dan Ruhut harus bangun dari mimpi jika memang benar-benar ingin membantu Ahok. PR selanjutnya adalah, siapa yang bisa di munculkan oleh Ahok untuk menandingi kepopuleran Prabowo.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline