Lihat ke Halaman Asli

Hayanun Shofi

Mahasiswa

Penggunaan Pestisida Nabati Dalam Pengendalian Ulat Grayak Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.)

Diperbarui: 18 Juni 2024   18:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

PENGGUNAAN PESTISIDA NABATI UNTUK PENGENDALIAN HAMA ULAT GRAYAK  PADA TANAMAN KEDELAI (Glycine max L.)

Hayanun Shofi dan Sundari

Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Jember

Korespondensi : Sundahri.faperta@unej.ac.id

Di Indonesia, kebutuhan kedelai terjadi peningkatan sejak tahun 2009, dikarenakan kedelai mengandung sembilan asam amino esensial yaitu leusin, isoleusin, leusin, valin, treonin, histidin, fenilalanin, triptofan dan metionin (Riski., 2023), minat masyarakat terhadap pangan berprotein nabati juga tinggi, sehingga pemerintah mendorong budidaya kedelai di Indonesia. Salah satu permasalahan dalam pengembangan kedelai adalah serangan hama yang menurunkan produksi kedelai. Berdasarkan data hasil pertanian, produksi kedelai mengalami penurunan pada tahun 2015 sampai 2020, dengan penurunan terbesar sekitar 0,424% secara signifikan pada tahun 2019, ketika dimana kedelai di indonesia hanya mampu memperoleh sebesar 424.190 ton (Idris., 2022). Menurut Nuraida, Hariani, dan Farida, 2022 hama utama yang menyerang tanaman kedelai adalah lalat bibit (Ophiomyia phaseoli Tr.), ulat grayak (Spodoptera litura), ulat helicoverpa, ulat penggulung daun (Lamprosema indicata F.), penggerek polong dan kepik polong (Riptortus linearis F.). Di antara hama-hama tersebut, ulat grayak merupakan hama yang paling banyak menimbulkan kerusakan dan kerugian. Kehilangan hasil akibat serangan ulat grayak mencapai 28,8% pada umur 30 hari dan 60,2% pada umur 79 hari. Ulat grayak merupakan hama yang sulit dikendalikan karena berkembang biak dengan cepat. Kerusakan daun akibat serangan hama pemakan daun dapat mengganggu proses fotosintesis (Setyawan dan Huda 2022).

Penggunaan pestisida nabati dapat mengurangi pencemaran lingkungan. Pestisida nabati dinilai lebih mudah terdegradasi sehingga menghasilkan residu lebih pendek, harga lebih murah dibandingkan pestisida sintetis/kimia, dan memberikan manfaat kesehatan bagi konsumen yang mengkonsumsinya. Mengingat dampak negatif dari pestisida kimia, maka penting untuk menggunakan alternatif lain yang lebih ramah lingkungan dibandingkan pestisida kimia. Insektisida ini mempunyai kemampuan mengendalikan serangan hama pada tanaman karena tingginya kandungan senyawa bioaktif seperti terpenoid, fenol, alkaloid, dan bahan kimia lainnya (Jujuaningsih dkk, 2021). Tumbuhan yang dapat menjadi sumber produksi organik alami yang bersifat racun bagi serangga antara lain daun mengkudu, daun kenikir, daun pepaya, dan daun kemangi. Daun mengkudu mengandung metabolit sekunder yaitu flavonoid 43,9%, alkaloid 0,56%, saponin 0,18%, dan tanin 5,12%. Alkaloid dan glikosida merupakan senyawa beracun yang mengganggu sistem pencernaan khususnya pada OPT (Putri, Suedy, dan Darmanti 2017). Ekstrak daun mengkudu pada konsentrasi 5% memberikan pengaruh nyata terhadap kematian Crocidolomia binotalis. Hasil perasan daun kenikir berpengaruh terhadap angka kematian ulat penggulung daun. Daun kenikir untuk ulat grayak dapat digunakan pada konsentrasi 100% pada bawang bombay untuk membunuh ulat grayak. Daun pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman yang mengandung saponin, terpenoid, flavonoid, alkaloid, dan fenol yang dapat mencegah serangan hama pada tanaman (Fauzi'ah & Wakidah, 2019). Selain daun pepaya (Carica papaya), daun kemangi (Ocimum sanctum) juga mengandung zat fenolik, tanin, saponin, terpenoid, alkaloid, glikosida, flavonoid, dan minyak atsiri yang dapat digunakan (Surahmaida, 2022). Menurut Manikome (2021), ekstrak daun kemangi sangat efektif mengendalikan hama Plutella xylostella L.

Ketergantungan terhadap penggunaan insektisida sintetik sangat tinggi karena dapat membunuh lebih cepat, efektif dan cepat. Pengendalian yang tidak memadai dapat menyebabkan kerugian ekonomi dan lingkungan. Pengendalian hama tanaman (OPT) yang ramah lingkungan adalah penerapan produk perlindungan tanaman yang dilakukan berdasarkan sistem pengendalian hama terpadu (IPM). Teknik pengendalian ulat grayak yang ramah lingkungan meliputi penggunaan agen hayati, insektisida tanaman, tanaman penutup tanah, dan varietas tahan. Metabolit sekunder dari berbagai jenis tanaman digunakan untuk mengendalikan hama. Metabolit sekunder berperan penting dalam pengendalian hama tanaman. Pestisida nabati bekerja dengan mempengaruhi aktivitas makan, mengganggu sistem reproduksi, dan mengusir hama. Lebih lanjut, aktivitas senyawa metabolit sekunder dapat mengganggu sistem reproduksi serangga, sistem neuromuskular, keseimbangan hormonal, reproduksi, efek pertahanan, daya tarik dan makan. Pembuatan pestisida tanaman sangat sederhana dan dapat dilakukan dari bahan tanaman   basah atau kering. Hancurkan daun segar, larutkan dalam air, biarkan beberapa jam, lalu tambahkan lem dan segera oleskan. Pengaplikasian pestisida tanaman mempunyai intensitas serangan yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Hal ini disebabkan oleh zat beracun seperti saponin, flavonoid, alkaloid, polifenol, dan tanin yang terkandung dalam daun mengkudu, yang kehilangan air dalam tubuhnya ketika disemprot untuk beraksi., berkembang biak dan mengeras. Penelitian Jayati, Lestari, dan Betaharia (2020) menemukan bahwa daun kenikir mengandung flavonoid yang menghasilkan molekul yang mengikat protein, menghalangi visibilitas membran sel dan mengurangi nafsu makan ulat grayak yang menyerang allium. Mekanisme kerja pestisida nabati yang dikombinasikan dengan daun pepaya dan daun kemangi khususnya dapat menurunkan kejadian dan proporsi ulat grayak. Papain yang terkandung dalam daun pepaya mempunyai efek mengusir larva dan menghisap serangga hama. Papain menghambat aktivitas makan dan juga bertindak sebagai racun kontak bagi hama. Senyawa lain yang terdapat pada pepaya yang bersifat racun bagi serangga adalah senyawa terpenoid. Senyawa terpenoid yang masuk ke dalam tubuh dapat menyebabkan gangguan pencernaan pada serangga (Aisyah dkk, 2022). Akibat berkurangnya asupan makanan, larva S.litura mungkin kekurangan makanan dan nutrisi yang dibutuhkannya sehingga memperlambat pertumbuhan dan perkembangan larva, sedangkan daun kemangi mengandung senyawa flavonoid yang berperan sebagai penghambat pernafasan yang dikandungnya. Minyak atsiri yang terkandung dalam daun kemangi dapat menjadi racun kontak dan pernafasan bagi serangga (Aisyah dkk, 2022). Penurunan intensitas serangan ulat grayak diikuti dengan peningkatan konsentrasi insektisida yang digunakan. Semakin tinggi komposisi insektisida tanaman maka semakin efektif dalam mengendalikan wabah ulat grayak (Spodoptera litura). Peningkatan efektivitas pestisida dapat mengurangi intensitas serangan dan mengoptimalkan pertumbuhan tanaman. Semakin tinggi dosis insektisida yang digunakan maka intensitas serangannya semakin rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Riski, R., & Idami, Z. (2023). Pengaruh Pemberian Pestisida Nabati Terhadap Hama Ulat Grayak (Spodoptera litura) Pada Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kedelai (Glycine max L.). BEST Journal (Biology Education, Sains and Technology), 6(1), 407-413.

Idris, M., & Fitria, R. S. (2022). Pengaruh Pestisida Nabati Terhadap Intensitas Serangan Ulat Grayak (Spodoptera litura) Pada Tanaman Kedelai Hitam (Glycine max L.). BEST Journal (Biology Education, Sains and Technology), 5(2), 512-517.

Nuraida, D. H., & Hariani, F. (2022). MONOGRAF Konsentrasi Ekstrak Serai Wangi (Kajian Mortalitas Ulat Grayak (Spodoptera litura). GUEPEDIA.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline