Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah mencatat 385.980 kasus konfirmasi COVID-19 di Indonesia dengan 13.205 kematian (CFR = 3,4%) per 24 Oktober 2020, angka ini dapat mengalami pertambahan seiring berjalannya waktu.
Kondisi ini menunjukkan angka mortalitas COVID-19 di Indonesia lebih tinggi dibandingan dengan mortalitas di Asia Tenggara (1,6%) dan dunia (2,7%). Bahkan di hari yang sama data WHO menunjukkan Indonesia berada diurutan ke 2 setelah India sebagai negara dengan kematian akibat COVID-19 tertinggi di Asia.
Dilansir dari situs CNN Indonesia (2020), Dicky Budiman, Pakar Epidemiologi Universitas Griffith, Australia mengungkapkan bahwa kluster keluarga menjadi salah satu kluster yang dapat meningkatkan persebaran COVID-19.
Kajian ilmiah tentang pandemi menyebutkan kluster keluarga berkontribusi sebesar 50% - 85% terhadap peningkatan kasus COVID-19 di suatu negara, kondisi ini merujuk pada penularan virus corona pada kluster keluarga di Amerika Serikat, Brazil dan China yang berasal dari tempat umum dan penerapan isolasi mandiri. Hal ini menunjukkan bahwa, jika terdapat satu anggota keluarga yang terinfeksi COVID-19, maka anggota keluarga lainnya akan berisiko tertular virus yang sama.
Peneliti Cina berhasil menunjukkan kasus awal persebaran COVID-19 yang terjadi pada sebuah keluarga di Kota Shenzen, Provinsi Guangdong, Cina, dimana 6 anggota keluarga melakukan perjalanan ke Kota Wuhan, Povinsi Hubei, Cina pada 29 Desember 2019 hingga 4 Januari 2020.
Pada 10 Januari 2020, lima dari enam anggota keluarga tersebut teridentifikasi terinfeksi virus corona setelah 3-6 hari dari pajanan dengan kondisi demam, gejala saluran pernapasan atas bawah, diare atau kombinasi diantara semua gejala tersebut. Selanjutnya, satu anggota keluarga yang tidak ikut melakukan perjalanan ke Wuhan juga teridentifikasi terinfeksi virus yang sama setelah beberapa hari mengalami kontak dengan empat anggota keluarga lainnya yang melakukan perjalanan ke Wuhan.
Dilansir dari akun instagram @pandemictalks, sebuah survei yang dilakukan pada Mei 2020 menunjukkan bahwa 66% dari 1.200 masyarakat New York yang dirawat di rumah sakit tertular COVID-19 dari rumah tangganya sendiri. Pakar kesehatan masyarakat menyimpulkan bahwa hal ini terjadi karena sebagian besar penderita tinggal bersama keluarga atau rekan yang sering keluar rumah, atau juga tinggal di apartemen yang padat sehingga tingkat paparan virus meningkat.
Studi lain yang dilakukan pada Agustus - September 2020 di Bogor menunjukkan 37% kasus COVID-19 berasal dari kluster keluarga dan menjadi kluster kasus terbanyak di kota ini. Penyebaran virus pada kluster keluarga di Bogor terjadi karena imported case, yaitu adanya aktivitas masyarakat yang bepergian ke luar kota atau daerah lain yang kemudian tertular COVID-19. Sebanyak 189 orang dari 48 keluarga yang dinyatakan positif terinfeksi SARS-CoV-2 sebagian besar adalah lansia dan anak-anak.
Di samping itu, 24% masyarakat yang terpapar COVID-19 adalah kelompok orang tanpa gejala (OTG), hal ini sangat berbahaya karena penderita merasa sehat seperti biasa namun membawa virus ke keluarga dan lingkungan sosialnya di rumah. Meskipun demikian, survei yang dilakukan Dinkes Kota Bogor menyebutkan bahwa hanya 15% masyarakat Bogor yang mempercayai keberadaan COVID-19 dan selebihnya masih ragu-ragu dan tidak mempercayai keberadaan COVID-19.
Dari kasus tersebut, dapat disimpulkan bahwa mengalami kontak erat dengan penderita COVID-19 dapat berisiko terinfeksi virus corona, terlebih lagi tinggal satu rumah dengan anggota keluarga yang terinfeksi. Situasi seperti inilah yang disebut sebagai kluster keluarga (family cluster) COVID-19, dimana terjadi penyebaran virus corona dari anggota keluarga atau orang yang tinggal serumah dan biasanya penyebaran virus berawal dari anggota keluarga yang sudah lebih dulu tertular lalu menularkannya pada anggota keluarga lain.